Senin, 14 Februari 2011

Kisah Nabi Muhammad


PRAKATA


MUHAMMAD, 'alaihi'sh-shalatu wassalam
Dengan nama yang begitu mulia, jutaan bibir setiap hari mengucapkannya, jutaan jantung setiap saat berdenyut, berulang kali. Bibir dan jantung yang bergerak dan berdenyut sejak seribu tiga ratus limapuluh tahun. Dengan nama yang begitu mulia, berjuta bibir akan terus mengucapkan, berjuta jantung akan terus berdenyut, sampai akhir zaman

Pada setiap hari di kala fajar menyingsing, lingkaran-lingkaran putih di ufuk sana mulai nampak hendak menghalau kegelapan malam, ketika itu seorang muazzin bangkit, berseru kepada setiap makhluk insani, bahwa bangun bersembahyang lebih baik daripada terus tidur. Ia mengajak mereka bersujud kepada Allah, membaca selawat buat Rasulullah.

Seruan ini disambut oleh ribuan, oleh jutaan umat manusia dari segenap penjuru bumi, menyemarakkannya dengan salat menyambut pahala dan rahmat Allah bersamaan dengan terbitnya hari baru. Dan bila hari siang, mataharipun berangkat pulang, kini muazzin bangkit menyerukan orang bersembahyang lohor, lalu salat asar, magrib, isya. Pada setiap kali dalam sembahyang ini mereka menyebut Muhammad, hamba Allah, Nabi dan RasulNya itu, dengan penuh permohonan, penuh kerendahan hati dan syahdu. Dan selama mereka dalam rangkaian sembahyang lima waktu itu, bergetar jantung mereka menyebut asma Allah dan menyebut nama Rasulullah. Begitulah mereka, dan akan begitu mereka, setelah Allah memperlihatkan agama yang sebenarnya ini dan melimpahkan nikmatNya kepada seluruh umat manusia.

Lingkungan Kekuasaan Islam Yang Pertama
Tidak banyak waktu yang diperlukan Muhammad dalam menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya ke penjuru dunia. Sebelum wafatnya, Allah telah menyempurnakan agama ini bagi kaum Muslimin. Dalam pada itu iapun telah meletakkan landasan penyebaran agama itu: dikirimnya misi kepada Kisra1, kepada Heraklius dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain supaya mereka sudi menerima Islam. Tak sampai seratus limapuluh tahun sesudah itu, bendera Islampun sudah berkibar sampai ke Andalusia di Eropa sebelah barat, ke India, Turkestan, sampai ke Tiongkok di Asia Timur, juga telah sampai ke Syam (meliputi Suria, Libanon, Yordania dan Palestina sekarang), Irak, Persia dan Afganistan, yang semuanya sudah menerima Islam. Selanjutnya negeri-negeri Arab dan kerajaan Arab, sampai ke Mesir, Cyrenaica, Tunisia, Aljazair, Marokko, -sekitar Eropa dan Afrika- telah dicapai oleh misi Muhammad 'alaihissalam. Dan sejak waktu itu sampai masa kita sekarang ini panji-panji Islam tetap berkibar di semua daerah itu, kecuali Spanyol yang kemudian diserang oleh Kristen dan penduduknya disiksa dengan bermacam-macam cara kekerasan. Tidak tahan lagi mereka hidup. Ada di antara mereka yang kembali ke Afrika, ada pula yang karena takut dan ancaman, berbalik agama berpindah dari agama asalnya kepada agama kaum tiran yang menyiksanya.

Hanya saja apa yang telah diderita Islam di Andalusia sebelah barat Eropa itu ada juga gantinya tatkala kaum Usmani (Turki) memasukkan dan memperkuat agama Muhammad di Konstantinopel. Dari sanalah ajaran Islam itu kemudian menyebar ke Balkan, dan memercik pula sinarnya sampai ke Rusia dan Polandia sehingga berkibarnya panji-panji Islam itu berlipat ganda luasnya daripada yang di Spanyol.

Sejak dari semula Islam tersebar hingga masa kita sekarang ini memang belum ada agama-agama lain yang dapat mengalahkannya. Dan kalaupun ada di antara umat Islam yang ditaklukkan, itu hanya karena adanya berbagai macam kekerasan, kekejaman dan despotisma, yang sebenarnya malah menambah kekuatan iman mereka kepada Allah, kepada hukum Islam, dengan memohonkan rahmat dan ampunan daripadaNya.


Islam Dan Nasrani
Kekuatan inilah yang telah menyebabkan Islam itu tersebar, telah dikonfrontasikan langsung dengan pihak Nasrani yang menghadapinya dengan sikap permusuhan yang sengit sekali. Muhammad telah berhasil melawan paganisma dan mengikisnya dari negeri-negeri Arab, seperti juga yang kemudian dilakukan oleh para penggantinya yang mula-mula, di Persia, di Afganistan dan tidak sedikit pula di India. Pengganti-pengganti Muhammad telah dapat juga mengalahkan kaum Nasrani di Hira, di Yaman, Syam, Mesir dan sampai ke pusat Nasrani sendiri di Konstantinopel.

Seperti halnya dengan paganisma, adakah juga terhadap agama Nasrani akan senasib mengalami kelenyapan sebagai salah satu agama Kitab yang juga dihormati oleh Muhammad dan yang juga mendapat wahyu melalui Nabinya? Adakah orang-orang Arab itu, Arab pedalaman yang datang merantau dari pelosok jazirah padang pasir yang gersang, akan ditakdirkan juga menguasai taman-taman Andalusia, Bizantium dan daerah-daerah Masehi lainnya? Lebih baik mati daripada itu. Selama beberapa abad terus-menerus antara pengikut-pengikut Isa dan pengikut-pengikut Muhammad telah terjadi peperangan yang terus-menerus. Dan peperangan itu tidak terbatas pada pedang dan meriam saja, malah juga diteruskan sampai ke bidang-bidang perdebatan dan pertentangan teologis yang dibawa oleh pejuang-pejuang itu, masing-masing atas nama Muhammad dan atas nama Isa, masing-masing mencari jalan mempengaruhi umum dan beragitasi membangkitkan fanatisma dan semangat rakyat jelata.

Kaum Muslimin Dan Isa
Akan tetapi Islam melarang kaum Muslimin merendahkan kedudukan Isa - karena dia hamba Allah yang diberiNya kitab dan dijadikanNya seorang nabi, dijadikanNya ia orang yang beroleh berkah di mana pun ia berada, diperintahkanNya ia melakukan sembahyang, mengeluarkan zakat selama ia masih hidup, dijadikanNya ia orang yang berbakti kepada ibunya, dan tidak pula dijadikan orang yang pongah dan celaka. Bahagia ia tatkala dilahirkan, tatkala ia wafat dan tatkala ia dibangkitkan hidup kembali.

Orang-Orang Kristen Yang Fanatik Dan Muhammad
Sedang dari pihak kaum Masehi, banyak di antara mereka itu yang menyindir-nyindir Muhammad dan menilainya dengan sifat-sifat yang tidak mungkin dilakukan oleh kaum terpelajar - untuk melampiaskan rasa kebencian yang ada dalam hati mereka serta beragitasi membangkitkan emosi orang. Meskipun ada dikatakan bahwa perang salib itu sudah berakhir sejak ratusan tahun yang lalu, namun fanatisma gereja Kristen terhadap Muhammad mencapai puncaknya sampai pada waktu-waktu belakangan ini. Dan barangkali masih tetap demikian kalau tidak akan dikatakan malah bertambah, sekalipun dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, berselubung misi dengan pelbagai macam cara. Hal ini tidak terbatas hanya pada gereja saja bahkan sampai juga kepada penulis-penulis dan ahli-ahli pikir Eropa dan Amerika, yang dapat dikatakan tidak seberapa hubungannya dengan pihak gereja.

Bisa jadi orang merasa heran bahwa fanatisma Kristen terhadap Islam masih begitu keras pada suatu zaman yang diduga adalah zaman cerah dan zaman ilmu pengetahuan, yang berarti juga zaman toleransi dan kelapangan dada. Dan orang akan lebih heran lagi apabila mengingat kaum Muslimin yang mula-mula, betapa mereka merasa gembira melihat kemenangan kaum Kristen begitu besar terhadap kaum Majusi (Mazdaisma), melihat kemenangan pasukan Heraklius merebut panji-panji Persia dan dapat melumpuhkan tentara Kisra. Masa itu Persia adalah yang memegang tampuk pimpinan di seluruh jazirah Arab bagian selatan, sesudah Kisra dapat mengusir Abisinia dari Yaman. Kemudian Kisra mengerahkan pasukannya - pada tahun 614 - di bawah salah seorang panglimanya yang bernama Syahravaraz2 untuk menyerbu Rumawi, dan dapat mengalahkannya ketika berhadap-hadapan di Adhri'at3 dan di Bushra4, tidak jauh dari Syam ke negeri Arab. Mereka banyak yang terbunuh, kota-kota mereka dihancurkan, kebun-kebun zaitun dirusak.

Pada waktu itu Arab - terutama penduduk Mekah - mengikuti berita-berita perang itu dengan penuh perhatian. Kedua kekuatan yang sedang bertarung itu merupakan peristiwa terbesar yang pernah dikenal dunia pada masa itu. Negeri-negeri Arab ketika itu menjadi tetangga-tetangganya. Sebahagian berada di bawah kekuasaan Persia, dan sebahagian lagi berbatasan dengan Rumawi. Orang-orang kafir Mekah bergembira sekali melihat kekalahan kaum Kristen itu; sebab mereka juga Ahli Kitab seperti kaum Muslimin. Mereka berusaha mengaitkan tercemarnya kekalahan Kristen itu dengan agama kaum Muslimin.

Sebaliknya pihak Muslimin merasa sedih sekali karena pihak Rumawi juga Ahli Kitab seperti mereka. Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak mengharapkan kemenangan pihak Majusi dalam melawan Kristen. Perselisihan kaum Muslimin dan kaum kafir Mekah ini sampai menimbulkan sikap saling berbantah dari kedua belah pihak. Kaum kafirnya mengejek kaum Muslimin, sampai ada di antara mereka itu yang menyatakan kegembiraannya di depan Abu Bakr dan Abu Bakrpun sampai marah dengan mengatakan: Jangan lekas-lekas gembira; pihak Rumawi akan mengadakan pembalasan.

Abu Bakar adalah orang yang terkenal tenang dan lembut hati. Mendengar jawaban itu pihak kafir membalasnya dengan ejekan pula: Engkau pembohong. Abu Bakr marah: Engkaulah musuh Tuhan yang pembohong! Hal ini disertai dengan taruhan sepuluh ekor unta bahwa pihak Rumawi akan mengalahkan kaum Majusi dalam waktu setahun. Muhammad mengetahui adanya peristiwa taruhan ini, lalu dinasehatinya Abu Bakr, supaya taruhan itu ditambah dan waktunyapun diperpanjang. Abu Bakr memperbanyak jumlah taruhannya sampai seratus ekor unta dengan ketentuan, bahwa Persia akan dapat dikalahkan dalam waktu kurang dari sembilan tahun.

Dalam tahun 625 ternyata Heraklius menang melawan pihak Persia. Syam direbutnya kembali dan Salib Besar dapat diambil lagi. Dalam taruhan ini Abu Bakrpun menang. Sebagai nubuat atas kemenangan ini firman Tuhan turun seperti dalam awal Surah ar-Rum: "Alif Lam Mim. Kerajaan Rumawi telah dikalahkan. Di negeri terdekat. Dan mereka, sesudah kekalahan itu, akan mendapat kemenangan. Dalam beberapa tahun saja. Di tangan Tuhan keputusan itu. Pada masa lampau, dan masa akan datang. Pada hari itu orang-orang beriman akan bergembira. Dengan pertolongan Allah; Ia menolong siapa yang dikehendakiNya. Maha Mulia Ia dalam Kekuasaan dan Maha Penyayang. Demikian janji Allah. Allah takkan menyalahi janjiNya. Tetapi kebanyakan orang tidak mengerti." (QS, 30:1-6)

Besar sekali kegembiraan kaum Muslimin atas kemenangan Heraklius dan kaum Nasrani itu. Hubungan persaudaraan antara mereka yang menjadi pengikut Muhammad dan mereka yang percaya kepada Isa, selama hidup Nabi, besar sekali, meskipun antara keduanya sering terjadi perdebatan. Tetapi tidak demikian halnya kaum Muslimin dengan pihak Yahudi, yang pada mulanya bersikap damai, lambat-laun telah menjadi permusuhan yang berlarut-larut, yang sampai meninggalkan bekas berdarah dan membawa akibat keluarnya orang-orang Yahudi dari seluruh jazirah Arab. Kebenaran atas kejadian ini ialah firman Tuhan: "Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik; dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, di antara mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan diri." (QS, 5:82)

Dasar-Dasar Yang Sederhana Dalam Kedua Agama
Kemudian kita melihat kedua agama ini mempunyai konsepsi tentang hidup dan akhlak yang dapat dikatakan sama. Keduanya memandang manusia dan awal mula penjadiannya sama: Allah menciptakan Adam dan Hawa dan keduanya ditempatkan dalam surga, kemudian diwahyukan jangan mereka mendengarkan godaan setan. Tetapi mereka makan juga (buah) dari pohon itu, maka merekapun keluar dari surga. Setan yang tak mau tunduk kepada Adam, adalah musuh mereka - sebagaimana diwahyukan Allah kepada Muhammad - dan yang tidak mau menyucikan kalimat Allah, menurut kitab-kitab SUCI kaum Nasrani. Setan memperdayakan Hawa dan membujuknya. Lalu Hawapun membujuk Adam dan keduanya sama-sama makan dari Pohon Abadi itu. Karena itu, maka tampaklah aurat mereka. Merekapun minta ampun kepada Tuhan dan Tuhan mengirimkan mereka ke bumi, yang akan jadi saling bermusuhan di antara sebagian keturunan mereka, dan yang akan diperdayakan setan, sehingga akan ada golongan yang sesat dan ada pula yang akan melawan kehancuran itu.

Untuk memperkuat perjuangan manusia melawan godaan dosa itu, Tuhan telah mengutus Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain, dan kepada setiap rasul itu disertakan pula kitab (wahyu) menurut bahasa masyarakat lingkungan guna memperkuat apa yang datang dari Tuhan dan memberi penerangan kepada mereka. Sebagaimana juga di pihak setan ada barisan yang membela nafsu kejahatan, juga para malaikat memuja dan menguduskan kesucian Tuhan. Masing-masing mereka itu saling berselisih menghadapi hidup dan alam ini sampai Hari Kebangkitan, tatkala setiap jiwa kelak akan memperoleh hasil sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan takkan ada seorang teman akrabpun yang sudi menanyakan teman lainnya.

Perbedaan Tauhid Dan Trinitas
Akan kita lihat dalam Qur'an yang telah menyebutkan Isa dan Mariam dengan penghormatan serta penghargaan yang demikian rupa dari Tuhan sehingga kitapun karenanya turut bersimpati pula, terbawa oleh rasa persaudaraan. Tetapi apa yang menyebabkan kita lalu bertanya?: Kalau begitu, kenapa kaum Muslimin dan Kristen selama berabad-abad terus bermusuhan dan berperang? Jawaban atas pertanyaan ini ialah, bahwa antara ajaran-ajaran Islam dan Kristen itu terdapat perbedaan asasi yang menjadi suatu sebab perdebatan hebat semasa Nabi, sekalipun perdebatan demikian itu tidak sampai melampaui batas permusuhan dan kebencian. Kaum Kristen tidak mengakui kenabian Muhammad seperti Islam yang mengakui kenabian Isa; Kristen berlandaskan Trinitas, sedang Islam samasekali menolak, selain Tauhid. Kaum Kristen menuhankan Isa, dan berpegang pada argumentasi ketuhanannya itu bahwa dia sudah berbicara sejak di dalam buaian serta memperlihatkan mujizat-mujizat yang tak dapat dilakukan oleh yang lain; suatu hal yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Tuhan.



Kaum Nasrani Mengajak Nabi Berdebat
Pada masa permulaan Islam mereka mendebat kaum Muslimin tentang itu dengan menggunakan Quran, dengan berkata: Bukankah Quran yang diturunkan kepada Muhammad itu mengakui pendapat kami ketika berkata: "Dan tatkala para malaikat berkata: 'Aduhai Mariam, Tuhan menyampaikan berita gembira kepadamu dengan Firman Tuhan: namanya Isa al Masih anak Mariam, orang terpandang di dunia dan di akhirat dan termasuk orang yang dekat (kepada Tuhan). Ia akan berbicara dengan orang semasa ia anak-anak dan sesudah dewasa dan ia tergolong orang yang baik-baik.' Kata (Mariam)-nya: 'Tuhan, dari mana saya akan mendapatkan anak, padahal tak ada orang yang menyentuhku.' Ia (Tuhan) berkata: 'Begitulah, Tuhan mencipta menurut kehendakNya. Jika ia memutuskan sesuatu, Ia hanya berkata: Jadilah, maka iapun jadi. Dan ia mengajarkan Kitab kepadanya, hikmah kebijaksanaan, Taurat dan Injil. Dan ia diutus menjadi Rasul bagi Keluarga Israil: 'Aku datang kepadamu membawa sebuah Bukti dari Tuhanmu. Kuciptakan dari tanah liat bentuk serupa burung. Kutiup ia lalu ia menjadi seekor burung dengan ijin Allah, dan aku dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kusta serta menghidupkan orang mati dengan ijin Allah. Akupun dapat memberitahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan dalam rumahmu. Itulah suatu bukti bagimu bila kamu orang-orang yang beriman." (QS, 3:45-49)

Jadi Qur'an menegaskan, bahwa ia menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta asal dari kelahiran, menyembuhkan kusta, dan dari segumpal tanah dijadikannya seekor burung dan dapat membuat ramalan dan semua ini adalah merupakan sifat-sifat Ilahiah. Inilah pandangan kaum Nasrani masa Nabi, yang dijadikan mereka bahan argumentasi dan mengajaknya berdebat dengan pendirian, bahwa Isa juga Tuhan di samping Allah. Dan ada lagi segolongan mereka itu yang berpendirian menuhankan Mariam karena Allah telah menurunkan SabdaNya kepadanya. Pendirian kaum Nasrani yang demikian pada masa itu menganggap Mariam satu dari tiga dalam Trinitas Bapa, Anak dan Ruh Kudus. Mereka yang berpendirian dengan menuhankan Isa dan ibunya itu hanya merupakan satu sekte dari sekian banyak sekte-sekte Nasrani yang bermacam-macam dan terpencar-pencar itu.

Orang-orang Nasrani seluruh jazirah Arab dengan alirannya yang bermacam-macam itu mengajak Muhammad berdebat menurut dasar mazhab mereka. Kata mereka Almasih itu ialah Allah, dia anak Allah; kata mereka dia adalah satu dari tiga dalam Trinitas. Mereka yang berpendapat pada ketuhanan Isa itu berpegang pada argumentasi yang disebutkan di atas. Argumentasi yang mengatakan bahwa dia anak Allah, sebab bapanya tidak diketahui orang, dan dia berbicara dalam buaian semasa anak-anak, yang tak pernah terjadi pada siapapun dari anak Adam. Argumentasi yang mengatakan bahwa dia satu dari tiga dalam Trinitas, sebab Allah berkata: Kami perintahkan, Kami jadikan dan Kami tentukan. Kalau hanya Satu tentu berkata: Aku perintahkan, Aku jadikan dan Aku tentukan. Muhammad mendengarkan semua tanggapan mereka itu, dan mengajaknya berdiskusi dengan cara yang lebih baik. Dalam perdebatan itu ia tidak begitu keras seperti terhadap kaum musyrik dan penyembah berhala. Bahkan dikemukakannya argumen itu berdasarkan wahyu dengan cara yang logis dan sebagaimana yang diterangkan dalam kitab-kitab mereka. Allah berfirman: "Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah ialah Isa al-Masih anak Mariam. Katakan: Siapakah yang dapat merintangi jika Ia hendak membinasakan al-Masih anak Mariam serta ibunya dan setiap orang yang ada di muka bumi ini semua? Kerajaan langit dan bumi serta segala yang ada di antara itu, adalah milik Allah. Ia menciptakan apa yang ada di antara itu, dan Allah Maha Kuasa atas segalanya. Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata: Kami adalah anak-anak Allah dan yang dicintaiNya. Katakan: Mengapa Ia menyiksamu karena dosa-dosamu itu? Sebenarnya kamupun manusia, seperti yang pernah diciptakanNya. Ia mengampuni siapa saja yang dikehendakiNya dan Ia menghukum siapa saja yang dikehendakiNya. Kerajaan langit dan bumi serta segala yang ada di antara itu, adalah milik Allah. Dan kepadaNyalah kembali sebagai tujuan terakhir." (QS, 5:17-18)

"Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah itu al-Masih anak Mariam. Bahkan al-Masih berkata: Hai anak-anak Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Barangsiapa mempersekutukan Allah, Allah akan mengharamkan surga baginya dan tempatnya adalah api neraka. Orang-orang teraniaya itu takkan punya pembela. Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan) mereka yang mengatakan, bahwa Allah adalah satu dari tiga dalam Trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti mereka yang telah merendahkan (Tuhan), itu akan dijatuhi siksaan yang memedihkan." (QS, 5:72-73)

"Dan ingat ketika Allah berkata: Hai Isa anak Mariam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang: mengangkatku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah? Ia menjawab: Maha Suci Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan menjadi hakku. Kalaupun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak mengetahui apa yang ada di dalam Dirimu. Maha Mengetahui Engkau atas segala yang gaib. Tak ada yang kukatakan kepada mereka, selain daripada yang Kauperintahkan kepadaku; supaya mereka menyembah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, dan akulah saksi mereka selama aku berada di tengah-.engah mereka. Tetapi setelah Kauwafatkan aku, Engkau Pengawas mereka dan Engkau pula yang menyaksikan segala sesuatu. Kalau Engkau siksa mereka, mereka adalah hamba-hambaMu, kalaupun Engkau ampuni mereka, Engkau Penguasa Maha Mulia dan Bijaksana." (QS, 5:116-118)

Pandangan Nasrani adalah Trinitas dan Isa adalah anak Allah. Sedangkan Islam menolak semua itu dengan tegas sekali, menolak bahwa Tuhan mempunyai anak. "Katakan: 'Allah itu Satu. Allah itu abadi dan mutlak. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tiada satu apa pun yang menyerupai-Nya." (QS, 112:1-4) "Tidak sepatutnya bagi Allah akan mengambil anak. Maha Suci Ia." (QS, 19:35) "Hal seperti terhadap Isa bagi Allah sama seperti terhadap Adam; dijadikan-Nya ia dari tanah lalu dikatakan: jadilah, maka jadilah ia." (QS, 3:59) Pada dasarnya Islam adalah agama Tauhid, dalam pengertian Tauhid yang murni dan kuat sekali, dan dalam pengertian Tauhid yang sederhana dan jelas sekali. Setiap kemungkinan yang akan mengaburkan pengertian dan pikiran Tauhid, Islam tegas menolaknya dan menganggapnya kufur. "Allah tidak akan mengampuni bila Dia dipersekutukan. Tetapi selain itu akan diampuniNya siapa saja yang dikehendakiNya." (QS, 4:48)

Bagaimanapun konsepsi Masehi tentang Trinitas, yang memang mempunyai hubungan sejarah dengan beberapa agama lama, namun bagi Muhammad itu sama sekali bukan suatu kebenaran. Yang benar ialah Allah itu Esa, tidak bersekutu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada apapun yang menyerupaiNya. Jadi tidak heran kalau antara Muhammad dengan pihak Nasrani masa itu terjadi diskusi dengan cara yang baik, dan wahyupun memperkuat Muhammad seperti dalam ayat-ayat itu.


Masalah Penyaliban Al-Masih
Masalah lain yang menimbulkan perbedaan pendapat Islam dan Nasrani, dan menjadi puncak perdebatan antara dua golongan itu pada masa Nabi, ialah masalah penyaliban Isa untuk menebus dosa orang dengan darahnya. Secara tegas Quran telah membantah bahwa orang-orang Yahudi membunuh dan menyalib Isa. "Dan perkataan mereka bahwa: kami telah membunuh Almasih Isa anak Mariam - Utusan Allah. Tetapi mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan begitu terbayang pada mereka. Dan mereka yang masih berselisih pendapat tentang itu sebenarnya masih ragu, sebab tak ada pengetahuan mereka tentang itu, selain berdasarkan prasangka saja, dan merekapun tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepadaNya. Maha Mulia Kekuasaan Allah dan Bijaksana." (QS, 4:157-148)

Kalaupun konsepsi tentang penebusan dosa anak-cucu Adam dengan darah Isa memang indah sekali, dan apa yang ditulis orang tentang itu patut menjadi bahan studi dari segala seginya, baik literair, etika atau psikologi, namun prinsip yang telah ditentukan Islam, bahwa orang tidak dibenarkan memikul beban dosa orang lain, dan bahwa setiap orang pada hari kemudian diganjar sesuai dengan perbuatannya - kalau ia berbuat baik dibalas dengan kebaikan, kalau jahat dibalas dengan kejahatan - menyebabkan pendekatan logis antara kedua ajaran ini tidak mungkin. Di sini logika Islam sangat konkrit, sehingga tak ada gunanya usaha mencari persesuaian, melihat garis perbedaan yang begitu tajam antara konsepsi penebusan dan konsepsi hukum yang bersifat pribadi. "Seorang bapa takkan dapat menolong anaknya, dan anakpun tiada sedikit juga akan dapat menolong bapanya." (QS, 31:33)

Tentang agama baru ini, sudah adakah dari kalangan Nasrani ketika itu yang mau memikirkannya, serta melihat kemungkinan bertemunya konsepsi Tauhid dengan ajaran yang dibawa Isa itu? Ya, memang ada, dan banyak di antara mereka itu yang lalu beriman kepada ajaran ini.

Rumawi Dan Kaum Muslimin
Akan tetapi Kerajaan Rumawi - yang karena kemenangannya kaum Muslimin telah turut gembira dan menganggapnya suatu kemenangan bagi agama-agama Kitab - penguasa-penguasanya tidak mau bersusah payah mempelajari agama baru itu. Mereka memandang semua kemungkinan hanya dari segi politik semata dan yang dipikirkan hanya nasib kerajaannya bila agama yang baru itu kelak mendapat kemenangan. Oleh karena itu mereka malah bersekongkol menentangnya, dengan mengirimkan pasukan besar-besaran - suatu sumber mengatakan seratus ribu, yang lain mengatakan duaratus ribu - yang mengakibatkan timbulnya perang Tabuk. Pihak Rumawi ternyata mundur berhadapan dengan pasukan Muslimin - dengan Muhammad sebagai komandannya - yang hendak menangkis serangan musuh yang tidak diinginkan itu.

Sejak itulah kaum Muslimin dan kaum Nasrani berada dalam posisi permusuhan politik, yang selama berabad-abad berikutnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin. Selama itu lingkungan kekuasaan mereka membentang sampai ke Andalusia di sebelah barat, ke India dan Tiongkok di sebelah timur. Sebagian besar daerah-daerah ini menerima agama baru itu dan bahasa Arab sebagai bahasa yang sudah ditentukan.

Setelah tiba masanya sejarah harus beredar, pihak Nasrani pun mengusir kaum Muslimin dari Andalusia, memerangi mereka dengan serangkaian Perang Salib. Mereka menyerang agama dan Nabi dengan cara yang sangat keji, disertai kebohongan dan fitnah semata-mata. Demikian kejinya mereka itu, sehingga lupa mereka tentang apa yang pernah disampaikan Muhammad 'alaihissalam dalam hadis-hadis dan dalam Qur'an melalui wahyu yang diturunkan kepadanya, bahwa Islam mengangkat martabat Isa 'alaihissalam setinggi yang diberikan Allah kepadanya.

Penulis-Penulis Kristen Dan Muhammad
Ketika menguraikan, pandangan penulis-penulis Kristen sampai pada pertengahan abad kesembilanbelas, sehubungan dengan adanya mereka yang berprasangka jahat terhadap Muhammad Dictionnaire Larousse menyebutkan demikian: "Dalam pada itu Muhammad masih tetap sebagai tukang sihir yang hanyut dalam kerusakan akhlak, perampok unta, seorang kardinal yang tidak berhasil menduduki kursi Paus, lalu menciptakan agama baru untuk membalas dendam kepada kawan-kawannya. Cerita-cerita khayal dan cabul banyak terjadi dalam sejarah hidupnya. Sejarah hidup Bahaume (Muhammad) hampir terdiri dari hasil lektur semacam itu. 'Cerita Muhaimmad' yang disiarkan oleh Reinaud dan Francisque Michel tahun 1831 melukiskan kepada kita pandangan orang-orang yang hidup dalam Abad Pertengahan itu tentang dia. Dalam abad ketujuhbelas Bell memberikan suatu tanggapan tentang sejarah yang sifatnya merendahkan arti Qur'an dengan suatu tinjauan berdasarkan sejarah. Sungguhpun begitu ia masih diliputi oleh ketentuan-ketentuan yang salah mengenai dirinya. Akan tetapi dia mengakui, bahwa ketentuan moral dan sosial yang dibuatnya tidak berbeda dengan ketentuan Kristen, kecuali soal hukum qishash (Lex Talionis?) dan polygyny."

Dari sekian banyak Orientalis yang telah membuat analisa tentang sejarah hidup Muhammad, ada seorang di antaranya yang agak jujur, yaitu penulis Perancis Emile Dermenghem. Ia memperingatkan kolega-kolega yang menulis tentang agama ini dengan mengatakan: "Sesudah pecah perang Islam-Kristen, dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah-pengertian bertambah lebar, tambah tajam. Orang harus mengakui, bahwa orang-orang Baratlah yang memulai timbulnya pertentangan itu sampai begitu memuncak. Sejak zaman penulis-penulis Bizantium, tanpa mau bersusah payah mengadakan studi -kecuali Jean Damasceme- telah melempari Islam dengan pelbagai macam penghinaan. Para penulis dan penyair menyerang kaum Muslimin Andalusia dengan cara yang sangat rendah. Mereka menuduh, bahwa Muhammad adalah perampok unta, orang yang hanyut dalam foya-foya, mereka menuduhnya tukang sihir, kepala bandit dan perampok, bahkan menuduhnya sebagai seorang pendeta Rumawi yang marah dan dendam karena tidak dipilih menduduki kursi Paus ... Dan yang sebagian mengiranya ia adalah tuhan palsu, yang oleh pengikut-pengikutnya dibawakan sesajen berupa kurban-kurban manusia. Bahkan Guibert de Nogent sendiri, orang yang begitu serius masih menyebutkan, bahwa Muhammad mati karena krisis mabuk yang jelas sekali, dan bahwa tubuhnya kedapatan terdampar di atas timbunan kotoran binatang dan sudah dimakan babi. Oleh karena itu, lalu ditafsirkan, bahwa itulah sebabnya minuman keras dan daging binatang itu diharamkan.

Di samping itu ada beberapa nyanyian yang melukiskan Muhammad sebagai berhala dari emas, dan mesjid-mesjid sebagai kuil-kuil kuno yang penuh dengan patung-patung dan gambar-gambar. Pencipta "Nyanyian Antakia" (Chanson d'Antioche) membawa cerita tentang adanya orang yang pernah melihat berhala "Mahom" terbuat dari emas dan perak murni dan dia duduk di atas seekor gajah di tempat yang terbuat dari lukisan mosaik. Sedang "Nyanyian Roland" (Chanson de Roland) melukiskan pahlawan-pahlawan Charlemagne menghancurkan berhala-berhala Islam, dan mengira bahwa kaum Muslimin di Andalusia itu menyembah trinitas terdiri dari Tervagant, Mahom dan Apollo. Dan "Cerita Muhammad" (Le Roman de Mahomet) itu menganggap, bahwa Islam membenarkan wanita melakukan polyandri.

"Cara berpikir yang penuh dengan kedengkian dan penuh legenda itu tetap menguasai kehidupan mereka. Sejak zaman Rudolph de Ludheim, sampai saat kita sekarang ini, masih ada saja orang-orang semacam Nicolas de Cuse, Vives, Maracci, Hottinger, Bibliander, Prideaux dan yang lain. Mereka itu menggambarkan Muhammad sebagai penipu, dan Islam merupakan sekumpulan kaum bidat. Semua itu adalah perbuatan setan. Kaum Muslimin adalah orang-orang buas sedang Qur'an adalah suatu gubahan yang tak berarti. Mereka tidak membicarakannya secara sungguh-sungguh, karena sudah dianggap tidak ada artinya. Tetapi, dalam pada itu Pierre le Venerable, pengarang pertama yang telah menulis risalah anti Islam di Barat dalam abad keduabelas telah menterjemahkan Qur'an ke dalam bahasa Latin. Dalam abad keempatbelas Peirre Pascal termasuk orang yang mau mendalami studi-studi tentang Islam. Innocent III pernah melukiskan Muhammad, bahwa dia adalah musuh Kristus (Antichrist). Sedang abad Pertengahan menganggap Muhammad seorang heretik (melanggar ajaran agama Kristen). Orang-orang semacam Raymond Lulle dalam abad keempatbelas, Guellaume Postel dalam abad keenambelas, Roland dan Gagnier dalam abad kedelapanbelas, Pendeta de Broglie dan Renan dalam abad kesembilanbelas, mempunyai tanggapan yang beraneka ragam. Sebaliknya orang-orang semacam Comte Boulainvilliers, Scholl, Caussin de Perceval, Dozy, Sprenger, Barthelemy Saint-Hilaire, de Casteries, Carlyle dan yang lain, pada umumnya mereka memperlihatkan sikap jujur terhadap Islam dan Nabi, dan kadang memperlihatkan sikap hormat. Sungguhpun begitu, dalam tahun 1876 Droughty bicara tentang Muhammad dengan mengatakan: "Itu Arab munafik yang kotor." Sebelum itu, dalam tahun 1822 juga Foster telah mencacinya. Sampai sekarang sebenarnya masih ada musuh-musuh Islam itu yang bersemangat."5

Kita sudah melihat, bukan, penulis-penulis Barat itu, begitu rendah menyerangnya? Juga sudah kita lihat kegigihan mereka selama berabad-abad yang mau menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di kalangan umat manusia. Padahal di kalangan mereka itu ada orang-orang yang sudah mengalami zaman yang biasa disebut zaman ilmu pengetahuan, zaman riset dan zaman kebebasan berpikir serta adanya deklarasi persaudaraan antara sesama manusia. Dengan adanya orang-orang yang jujur dalam batas-batas tertentu telah mengurangi juga adanya pengaruh yang menyesatkan seperti yang diisyaratkan oleh Dermenghem itu. Di antara mereka ada yang mengakui kebenaran iman Muhammad membawakan risalah itu yang dipercayakan Allah kepadanya melalui wahyu yang harus disampaikan. Ada pula yang sangat menghargai kebesaran Muhammad dalam arti rohani, ketinggian akhlaknya, harga dirinya serta jasanya yang tidak sedikit. Ada yang melukiskan semua itu dengan gaya yang kuat dan indah sekali. Meskipun demikian, pihak Barat masih juga berprasangka buruk terhadap Islam dan terhadap Nabi, kemudian demikian beraninya mereka itu sampai-sampai di daerah-daerah Islam sendiri kalangan misionaris melancarkan penghinaan yang begitu rendah, dan berusaha membelokkan kaum Muslimin dari ajaran agamanya kepada agama Kristen.

Sebab Permusuhan Islam-Kristen
Atas semua itu harus kita selidiki sebab-sebab timbulnya permusuhan sengit dan peperangan yang begitu dahsyat yang telah dimulai oleh pihak Kristen terhadap Islam itu. Menurut hemat kita, kurangnya pengetahuan pihak Barat tentang hakekat Islam dan sejarah Nabi adalah sebab pertama yang menimbulkan permusuhan itu. Kurangnya pengetahuan ini sudah tentu merupakan sebab-sebab timbulnya sikap kaku dan fanatisma yang paling berat dan rumit. Seabad demi seabad kurangnya pengetahuan demikian ini makin bertimbun dan kemudian ia menjelma menjadi patung-patung dan berhala-berhala dalam jiwa generasi berikutnya, yang untuk menghilangkannya tentu memerlukan suatu kekuatan jiwa yang besar, seperti pada mula lahirnya kekuatan Islam dulu.

Kristen Tidak Sesuai Dengan Watak Barat
Akan tetapi kita melihat ada sebab lain di luar kurangnya pengetahuan itu saja yang telah mendorong pihak Barat menjadi fanatik dan sampai membangkitkan peperangan yang begitu fatal, sebentar-sebentar dilancarkan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Juga tidak terlintas dalam pikiran kita tentang apa yang biasa kita rasakan adanya hubungan politik yang buruk dan ingin menguasai bangsa lain untuk dieksploitir. Menurut hemat kita itu adalah akibat -bukan sebab- dan adanya fanatisma yang sudah begitu merasuk sampai ke soal ilmu dan penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Sebabnya ialah, menurut hemat kita, oleh karena ajaran Kristen yang mengajak orang menjauhkan kehidupan duniawi, sifat maaf dan pengampunan serta pengertian-pengertian hidup rohani yang luhur, tidak sesuai dengan perangai Barat, yang sejak ribuan tahun dalam lingkungan agama polytheisma, dan letak geografisnya menghendaki perjuangan sengit melawan iklim dingin, melawan kesulitan dan keadaan yang serba sukar. Apabila peristiwa-peristiwa sejarah mengharuskan juga Barat menganut agama Kristen ini, maka tidak bisa lain ia harus juga dilibatkan ke dalam kancah perjuangan itu dan memaksa agama itu meninggalkan sifatnya yang lemah-lembut dan indah, meninggalkan keseimbangan rohani yang seharusnya menjadi mata rantai kesatuan yang telah disempurnakan oleh Islam: yakni kesatuan yang membuat harmonis antara rohani dan jasmani, antara perasaan dan akal, emosi dan rasio, secara individu dan universal bersama-sama berada dalam hukum alam, yakni keduanya sejalan dalam ruang dan waktu yang tak terbatas.

Menurut hemat kita, inilah sumber yang menyebabkan fanatisma Barat yang memusuhi Islam, suatu sikap yang menyebabkan kaum Kristen Abisinia menjadi jijik melihatnya - tatkala kaum Muslimin mencari perlindungan pada masa mula-mula Nabi mengajak orang kepada agama Allah.

Inilah, menurut pendapat saya, sebab timbulnya ekses dan cara yang berlebih-lebihan di kalangan orang-orang Barat, baik dalam beragama maupun dalam atheisma, fanatisma yang berlebih-lebihan serta perjuangan yang tidak mengenal belas kasihan dan tidak mengenal ampun. Apabila dari mereka sejarah sudah mengenal adanya orang-orang suci, yang dalam hidup mereka mengikuti jejak Isa Al-Masih dan pengikut-pengikutnya, juga sejarah sudah mengenal kehidupan bangsa-bangsa di Barat yang selalu hidup dalam pertentangan, dalam perjuangan, peperangan-peperangan yang dahsyat, atas nama politik atau atas nama agama, dan dikenalnya pula, bahwa paus-paus atau pembesar-penmbesar gereja dan mereka yang memegang kekuasaan temporal, selalu dalam persaingan mau saling mengalahkan. Suatu saat golongan ini yang menang, nantinya yang lain lagi yang menang.

Oleh karena kemenangan terakhir dalam abad kesembilanbelas itu berada di tangan kekuasaan temporal6, maka kekuasaan ini berusaha hendak membasmi kehidupan rohani atas nama ilmu pengetahuan. Ia mengira, bahwa dalam kehidupan umat manusia ilmu itu akan dapat menggantikan iman seperti dalam kehidupan rohani. Sesudah melalui perjuangan yang cukup lama, sekarang mereka mengetahui bahwa pendapat demikian itu salah sekali, dan bahwa apa yang mereka tuju itu dalam kenyataannya tak mungkin dapat dilaksanakan. Sekarang di Barat terdengar jeritan disana-sini mengajak mereka kembali mencari pegangan rohani yang sudah hilang. Mereka mencari pegangan itu d dalam maupun di luar teosofi7. Sekiranya ajaran Kristen itu memang sesuai dengan naluri perjuangan yang telah dibawa oleh hukum alam sebagai sebagian cara hidup Barat, sesudah ternyata konsepsi materialisma mereka tidak berhasil memberikan konsumsi rohani, tentu akan kita lihat mereka kembali mencari pegangan agama Kristen yang begitu indah, agama Isa anak Mariam -kalaupun Tuhan belum akan membimbing mereka kepada Islam- dan tidak perlu mereka pergi berpindah ke India atau ke tempat lain, mencari pegangan hidup rohani, yang oleh manusia sangat dirasakan perlunya seperti kebutuhan bernapas; sebab ini merupakan sebagian kodratnya, bahkan merupakan sebagian dari jiwa raganya.

Penjajahan Dan Propaganda Anti Islam
Ternyata imperialisma Barat memberikan bantuan dalam meneruskan serangan yang mereka lancarkan terhadap Islam dan terhadap Muhammad, dan minta mereka supaya berpendirian seperti penduduk Mekah yang menginginkan supaya agama Nasrani menderita kehinaan karena kekalahan Heraklius dan Rumawi menghadapi Persia. Pernah mereka mengatakan - dan masih banyak di antara mereka yang mengatakan - bahwa Islam itulah yang menyebabkan mundurnya bangsa-bangsa yang menganutnya dan menyebabkan mereka tunduk kepada pihak lain. Ini adalah kebohongan yang kita tolak dengan cukup mengingatkan kepada mereka yang mengatakan itu, bahwa peradaban umumnya dan kekuasaan dunia yang cukup dikenal selama berabad-abad itu berada di tangan bangsa-bangsa yang yang terdiri dari umat Islam itulah. Di sana pusat ilmu pengetahuan dan tempat sarjana-sarjana, dari sana pula datangnya pelopor kemerdekaan, yang oleh Barat belum selang lama ini baru dikenalnya. Apabila mungkin mundurnya beberapa golongan bangsa akan dihubungkan dengan agama yang dianutnya, maka agama itu tentu bukan Islam, Islam yang telah membuat orang-orang pedalaman seluruh jazirah Arab jadi bangkit dan dapat membuat mereka menguasai dunia.

Akan tetapi kemunduran bangsa-bangsa yang telah menjadi beban bagi Islam itu sangat disayangkan bila akan dihubungkan kepada agama yang sebenarnya tidak demikian; bukan itu yang dikehendaki oleh Allah dan oleh Rasul. Tapi mereka menganggap bahwa yang demikian itulah dasar agama dan barangsiapa yang menentang ia akan dianggap atheis.

Islam Dan Apa Yang Terjadi Dengan Umat Islam
Kita tinggalkan dulu bicara tentang agama ini, dan mari kita lihat sejarah orang yang membawanya - Muhammad 'alaihissalam.

Banyak buku-buku sejarah tentang kehidupan Nabi itu yang telah menambahkan hal-hal yang tak dapat diterima akal dan yang memang tidak diperlukan menambahkan demikian untuk menguatkan risalahnya itu. Dan apa yang ditambah-tambahkan, itulah yang dijadikan pegangan oleh kalangan Orientalis dan oleh mereka yang mau mendiskreditkan Islam dan Nabi, juga oleh mereka yang mau mengecam umat Islam; dijadikannya itu tongkat penunjuk dalam kecaman mereka yang akan cukup memanaskan hati setiap orang yang berpikir jujur.

Hal semacam ini dan apa yang mereka ciptakan sendiri, itulah yang menjadi pegangan mereka, lalu mereka mengatakan, bahwa mereka menulis itu berdasarkan metoda ilmiah yang modern, metoda yang mengemukakan peristiwa-peristiwa, orang-orang dan pahlawan-pahlawan. Lalu diberikannya suatu penilaian yang pantas jika dianggap pada tempatnya mengeluarkan penilaian demikian. Dan kalau kita baca dengan seksama apa yang mereka tulis itu akan kita lihat bahwa hal itu sebenarnya penuh dengan nafsu permusuhan dan caci-maki, terbungkus dalam susunan kata-kata yang tidak kurang indahnya, menarik hati mereka yang sepaham dengan anggapannya, bahwa pembahasannya itu ilmiah, terdorong hanya akan mencari kebenaran semata-mata, ingin meneropongnya dari segenap penjuru. Inilah yang dituju oleh penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah yang fanatik itu. Hanya saja, adanya beberapa orang yang masih dapat berpikir lebih tenang - baik penulis atau sarjana -menyebabkan mereka yang berpikiran bebas itu dapat bersikap lebih adil dan jujur, sekalipun dari pihak Kristen sendiri.

Dalam berbagai macam bidang beberapa ulama Islam telah tampil dan berusaha menangkis tuduhan orang-orang Barat yang fanatik itu. Dan nama Syaikh Muhammad Abduh tentu yang paling menonjol dalam bidang ini. Tetapi mereka ini tidak menempuh metoda yang ilmiah -seperti didakwakan oleh penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah Eropa, sebab hanya merekalah yang memakai cara itu. Maksudnya supaya dalam menghadapi lawan alasan mereka lebih kuat. Kemudian lagi ulama Islam itu - dan Syaikh Muhammad Abduh yang terutama - telah dituduh atheis dan kufur. Maka argumentasi mereka itu menjadi makin lemah di depan lawan Islam.

Sikap Jumud Di Kalangan Pemuda
Tuduhan mereka itu sebenarnya memberi pengaruh besar dalam jiwa angkatan muda Islam yang terpelajar. Terkesan di kalangan pemuda itu, bahwa atheisma dan logika sejalan dengan ijtihad (aktif), sedang iman sama dengan Jumud (pasif). Oleh karena itu jiwa mereka gelisah. Mereka pergi membaca buku-buku Barat; dengan itu mereka akan mencari kebenaran, dengan keyakinan bahwa mereka tidak mendapatkan yang demikian itu dalam buku-buku kaum Muslimin. Dengan sendirinya buku-buku agama dan sejarah Kristen tidak juga terpikirkan oleh mereka; mereka sudah hanyut ke dalam buku-buku filsafat, yang dengan gayanya yang ilmiah itu mereka mencari setitik air yang akan menghilangkan rasa dahaga akan kebenaran yang ada dalam jiwa mereka itu, dan dengan logika yang dikemukakannya sudah merupakan nyala suci yang masih tersembunyi dalam jiwa umat manusia dan dijadikannya pula alat komunikasi yang akan mengantarkan mereka kepada alam serta kebenaran yang tertinggi. Dalam buku-buku Barat, baik dalam filsafat, etika atau humanities pada umumnya banyak sekali yang akan mereka dapati dengan sangat menarik hati, baik karena gayanya yang indah, atau karena logikanya yang kuat serta apa yang tampaknya hendak memperlihatkan adanya kemauan baik dan niat yang ikhlas hendak mencapai pengetahuan demi kebenaran. Oleh karena itu jiwa pemuda-pemuda itu jadi jauh dari pemikiran tentang agama-agama semua dan tentang risalah Islam serta pembawanya.

Sikap mereka itu guna menghindarkan diri jangan sampai timbul konflik antara mereka dengan kebekuan beragama sebab mereka yakin takkan dapat mengalahkannya, juga karena mereka tidak menyadari, betapa pentingnya hubungan yang akan mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih sempurna, sehingga kekuatan moralnyapun akan berlipat-ganda.

Ilmu Dan Literatur Barat
Pemuda-pemuda itu telah menghindarkan diri dari pemikiran tentang agama-agama itu semuanya, juga tentang risalah Islam dan pembawanya. Lebih-lebih lagi mereka menghindarkan diri itu karena ilmu pengetahuan positif dan filsafat positivisma yang mereka lihat mengatakan bahwa masalah-masalah agama berada di luar logika dan tidak masuk ke dalam lingkungan pemikiran ilmiah, dan segala yang berhubungan dengan itu, dalam bentuk pemikiran metafisika juga sama sekali tidak termasuk dalam metoda ilmiah. Kemudian mereka melihat adanya pemisahan yang begitu jelas dan tajam antara gereja dan negara di Barat, serta melihat negara-negara yang sudah menentukan dalam undang-undang dasarnya, bahwa kepala negara adalah pelindung Protestan atau Katolik, atau menentukan bahwa agama negara yang resmi adalah Kristen, dengan maksud supaya dengan demikian hari-hari besar yang berhubungan dengan itu tidak bertambah banyak. Bertambah kuat mereka bertahan dalam pemikiran ilmiah dan segala yang berhubungan dengan itu, perhatian merekapun akan bertambah besar pula terhadap masalah-masalah filsafat, ilmu dan budaya.

Setelah tiba masanya mereka harus berpindah dari dunia studi ke tengah-tengah kehidupan praktis, kehidupan itu membuat mereka lebih sibuk daripada hanya memikirkan masalah-masalah, yang tadinya sudah mereka tinggalkan. Maka arah pemikiran itu masih tetap dalam arus yang pertama: melihat kebekuan berpikir itu dengan rasa kasihan dan sinis- Ia terus menghirup udara pemikiran Barat dan filsafat Barat, yang dirasakannya begitu lezat, sehingga bertambah kagum ia, bertambah kuat bertahan atas apa yang sudah diperolehnya itu.

Memang tak dapat disangkal, bahwa dewasa ini Timur sangat perlu sekali menghirup udara Barat dalam cara berpikir, dalam ilmu dan budaya. Dunia Islam di Timur dewasa ini sudah terputus dari Islam masa lampau oleh adanya kebekuan berpikir dan fanatisma selama berabad-abad. Cara berpikir masa lampau yang sehat sudah begitu tebal tertimbun oleh kebodohan dan serba prasangka terhadap segala yang baru. Maka tak ada jalan lain, bagi yang ingin mengikis semua timbunan itu, ia harus bersandar pada bentuk-bentuk pemikiran dunia yang lebih baru, supaya dengan demikian dapat mencapai masa kini yang cemerlang serta peninggalan masa lampau yang gemilang.

Usaha-Usaha Modernisasi Dunia Islam
Sudah sepantasnya kalau kita mengatakan kepada Barat, bahwa penyelidikan-penyelidikan berharga yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat dewasa ini tentang sejarah dan studi-studi Islam dan Dunia Timur, telah membuka jalan baru bagi pemuda-pemuda Islam sendiri dan pemuda-pemuda di Timur dalam memperbanyak bahan-bahan penyelidikan tentang studi itu. Dan harapan akan sampai kepada kebenaranpun lebih besar pula. Dengan sendirinya mereka akan lebih mudah memahami jiwa Islam dan jiwa Timur. Oleh karena orientasi baru itu sudah dimulai dari Barat, maka pemuda-pemuda itu harus mengikutinya terus sambil mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang ada, lalu menanamkan jiwa yang sebenarnya hidup dalam sejarah, diteruskan sampai ke masa kini. Bukan hanya sebagai studi dan penyelidikan saja, tetapi juga harus dilihat sebagai suatu peninggalan rohani dan mental yang patut diwakili oleh para pewarisnya; penerangan harus ditambah dan diperbanyak, sehingga kebenaran yang tersembunyi itu akan tampak lebih jelas.

Dewasa ini banyak sudah pemuda-pemuda yang mengadakan penyelidikan-penyelidikan dengan metoda ilmiah yang sebenarnya. Kalangan Orientalis sendiripun mendukung usaha-usaha mereka dan sangat menghargai jasa-jasa mereka itu.

Misi Penginjil Dan Golongan Yang Berpikiran Beku
Sementara kerja-sama ilmiah yang seharusnya akan memberikan hasil yang baik ini lahir, tiba-tiba timbul pula kegiatan pihak gereja Kristen melakukan serangkaian serangan terhadap Islam dan terhadap Muhammad demikian rupa, tidak kurang dan apa yang kita sebutkan tadi. Di samping itu pihak imperialisma Baratpun mendukung pula kegiatan ini, dengan segala kemampuan yang ada padanya, atas nama kemerdekaan berpikir. Padahal mereka yang melakukan serangan dan kecaman itu telah keluar meninggalkan negerinya sendiri, mereka terpisah dari apa yang mereka namakan ,peneguhan iman, dalam jiwa saudara-saudara mereka seagama itu. Juga penganjur-penganjur kebekuan berpikir (jumud) di kalangan kaum Muslimin sendiri telah mendapat dukungan imperialisma pula. Selanjutnya tangan imperialisma ini juga yang memberikan dorongan kepada apa saja yang dapat diselundupkan ke dalam Islam - dan yang sebenarnya bukan dari Islam - dan ke dalam sejarah hidup Rasul, berupa dongengan-dongengan yang tak masuk akal dan bertentangan dengan selera. Ia memberikan dorongan kepada usaha-usaha orang yang mengecam Islam dan mengecam Muhammad dengan apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam Islam dan ke dalam sejarah Rasul.

Terpikir Menulis Buku Ini
Tugas pekerjaan saya memberi kesempatan kepada saya melihat peristiwa-peristiwa itu pada beberapa daerah Islam sebelah timur, bahkan di seluruh daerah Islam, serta mempelajari adanya maksud yang ingin mengikis habis kehidupan moral daerah-daerah itu dengan jalan membasmi kemerdekaan berfikir, kebebasan menyelidiki demi kebenaran itu. Terasa oleh saya bahwa saya memikul suatu kewajiban dalam hal ini. Maksud yang menjadi tujuan rencana itu, yang sebenarnya akan membahayakan seluruh umat manusia - bukan hanya membahayakan Islam dan dunia Timur saja - harus dipatahkan. Apatah kiranya bencana yang lebih besar menimpa umat manusia daripada kekerdilan dan kebekuan berpikir, yang sepanjang sejarah lebih dari separohnya telah menimpa peradaban.

Karena itu terpikir oleh saya -dan lama sekali saya memikirkan hal itu- yang akhirnya mengantarkan pemikiran saya itu kepada suatu studi tentang kehidupan Muhammad, pembawa risalah Islam itu, tentang sasaran kecaman pihak Kristen di satu segi, dan tentang kebekuan berpikir kaum Muslimin sendiri dari segi lain. Akan tetapi studi ini hendaknya bersifat ilmiah, sejalan dengan metoda modern di Barat, demi kebenaran, dan untuk kebenaran semata.

Saya mulai dengan membahas sejarah hidup Muhammad. Saya ulangi lagi dengan memeriksa Sirat ibn Hisyam, Tabaqat oleh Ibn Sa'd, al-Maqhazi oleh al-Waqidi, demikian juga buku Syed Ameer, Ali The Spirit of Islam. Kemudian tidak lepas saya membaca buku-buku beberapa Orientalis, seperti Dermenghem dan Washington Irving. Ketika pada musim dingin tahun 1932 saya berada di Luxor, saya pergunakan kesempatan ini dengan mulai menulis. Ketika itu saya masih ragu-ragu akan mengadakan penyelidikan yang akan saya kemukakan kepada para pembaca ini sebagai suatu hasil pekerjaan saya sendiri, sebab saya kuatir akan timbul heboh dari golongan yang masih beku cara berpikirnya dan masih percaya kepada bermacam-macam takhayul, sehingga kelak tujuan saya semula akan terganggu karenanya.

Akan tetapi adanya sambutan yang saya terima, dorongan dan sumbangan pikiran yang diberikan kepada saya oleh pemuka-pemuka lembaga cukup menunjukkan adanya perhatian terhadap penyelidikan yang akan saya lakukan ini. Saya jadi berpikir lebih sungguh-sungguh lagi hendak melaksanakan niat saya menulis sejarah hidup Muhammad ini lebih terperinci, dengan cara yang ilmiah. Sekarang saya memikirkan jalan yang paling baik dalam meneliti sejarah itu, sesuai dengan kemampuan yang ada pada saya.

Qur'an Sebagai Sumber Paling Otentik
Sudah jelas buat saya, bahwa sumber yang paling otentik dalam penulisan sejarah ini ialah Qur'an Suci. Segala peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan Nabi, diberikan isyaratnya dalam Qur'an, sehingga dapat dipakai sebagai bahan penunjuk dalam mengadakan pembahasan itu. Dengan dasar itu dapat pula diteliti apa yang terdapat dalam buku-buku Hadis dan sejarah Nabi yang bermacam-macam itu. Saya pun berusaha hendak mengetahui sesuatu dalam Qur'an yang ada hubungannya dengan kehidupan Nabi. Suatu bantuan besar dalam hal ini telah diberikan kepada saya oleh Tuan Ahmad Lutfi as-Sayyid, pejabat pada Perpustakaan (Nasional) Mesir, berupa buku-buku referensi, bab demi bab, tentang ayat-ayat Qur'an yang berhubungan dengan kehidupan orang yang telah diberi Wahyu Kitab Suci itu. Saya cocokkan ayat-ayat itu, dan rupanya harus juga saya pelajari sebab-sebab turunnya, waktu turunnya serta hubungannya satu sama lain. Harus saya akui juga - sedemikian jauh saya berusaha - belum juga bertemu dengan semua yang saya maksudkan. Kadang kitab-kitab tafsir Qur'an memberi petunjuk ke arah ini, tapi kadang juga tidak. Buku-buku seperti Asbab'n-Nuzul oleh al-Wahidi dan An-Nasikh wal-Mansukh oleh Ibn Sallama hanya dengan singkat saja membicarakan persoalan yang sangat berharga ini, yang justru patut mendapat penelitian dan pembahasan.

Akan tetapi apa yang saya temukan dalam kedua buku itu dan dalam buku-buku tafsir mengenai beberapa rnasalah, dapat juga saya pergunakan sebagai bahan penelitian terhadap buku-buku lain mengenai sejarah Nabi. Dalam kedua buku itu dan dalam buku-buku tafsir tersebut saya temukan beberapa hal yang patut sekali dikoreksi oleh ulama yang sudah mendalami pengetahuan Qur'an dan Hadis serta mencocokkannya kembali secara lebih teliti.

Konsultasi Yang Tepat
Setelah agak jauh saya mengadakan penyelidikan, tampak oleh saya adanya konsultasi yang tepat sekali disampaikan kepada saya dari beberapa pihak, lebih-lebih lagi -dengan sendirinya- dari kalangan guru-guru besar dan pemuka-pemuka agama. Dan bantuan paling besar saya terima ialah dari Perpustakaan (Nasional) Mesir dan para pejabatnya yang telah mengulurkan tangan memberikan bermacam-macam bantuan, yang sebagai penghargaan tidak cukuplah rasanya ucapan terimakasih saya ini. Memadai juga kiranya bila saya sebutkan, bahwa Tuan 'Abd'r-Rahim Mahmud, Korektor bagian Lektur pada Perpustakaan, tidak jarang pula membebaskan saya dari harus pergi sendiri ke perpustakaan serta meminjamkan buku-buku yang saya kehendaki disertai sikap ramah-tamah, baik oleh Direktur atau pejabat-pejabat tinggi lainnya yang bertugas. Juga perlu saya sebutkan, bahwa setiap kali saya mengunjungi perpustakaan itu sehubungan dengan penyelidikan yang perlu saya lakukan, selalu saya menerima layanan yang begitu baik sekali, baik dari pejabat tinggi atau pejabat bawahan, baik yang saya kenal atau yang tidak saya kenal. Dalam hal saya kadang terbentur pada beberapa masalah, maka datanglah kawan-kawan itu membukakan jalan, sehingga tidak jarang hal ini merupakan bantuan yang besar sekali bagi saya. Sering juga saya jumpai bantuan demikian itu dari Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi, Rektor Al-Azhar, dari sahabat karib saya Ja'far (Pasya) Wali, yang telah meminjamkan beberapa buah buku kepada saya seperti Shahih Muslim dan buku-buku sejarah tentang Mekah. Ditunjukkannya pula beberapa masalah, diantarkannya saya ke tempat yang saya perlukan. Demikian juga sahabat saya Makram 'Obaid, telah meminjamkan buku Sir William Muir, The Life of Mohammad8, buku Lammens, L'Islam, di samping pertolongan yang saya peroleh dari karya-karya kontemporer yang sangat berharga seperti Fajr'l-lslam oleh Ahmad Amin, Qishah'l-Anbia' oleh 'Abd'l Wahhab an-Najjar, Fil-Adab'l-Jahili oleh Dr. Taha Husain, Al Yahud fi Bilad'l-'Arab oleh Israel Wilfinson. Selain itu banyak lagi buku-buku lain oleh penulis-penulis kontemporer yang saya sebutkan dalam bibliografi buku-buku lama dan baru, yang saya pergunakan dalam menyiapkan buku ini.

Dalam Batas-Batas Biografi, Tidak Lebih
Setiap saya mengadakan penyelidikan demikian ini lebih dalam, ternyata ada beberapa problema di depan saya yang perlu dipikirkan lagi dan diselidiki lebih lanjut guna dapat mengatasinya. Seperti buku-buku sejarah dan tafsir yang telah memberikan petunjuk kepada saya dengan cukup memuaskan, demikian juga halnya dengan buku-buku para Orientalis. Akan tetapi dalam menghadapi masalah-masalah itu tampaknya terpaksa saya harus membatasi diri hanya dalam menyelidiki kehidupan Muhammad saja, dengan tidak mengurangi persoalan-persoalan lain yang kiranya ada hubungannya dengan penyelidikan ini. Kalau saya mau menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah hidup orang yang begitu besar dan cemerlang ini, tentu diperlukan penulisan beberapa jilid dalam ukuran seperti buku ini. Baik juga saya sebutkan, bahwa Caussin de Perceval menulis tiga jilid buku dengan judul Essai sur l'Histoir des Arabes, jilid pertama dan kedua mengenai sejarah dan kehidupan kabilah-kabilah Arab, jilid ketiga tentang Muhammad dan dua orang Khalifahnya, Abu Bakr dan Umar. Demikian juga Tabaqat Ibn Sa'd yang terdiri dari beberapa jilid, jilid pertamanya khusus tentang kehidupan Muhammad, sedang yang selebihnya mengenai kehidupan para Sahabatnya.

Dalam mengadakan penyelidikan ini pada mulanya memang tidak saya maksudkan hendak melampaui batas sejarah kehidupan Muhammad, sebab saya tidak ingin membiarkan ini nanti menjadi kacau, sehingga akan menyimpang dari tujuan yang saya maksud.

Hal lain yang menahan saya hanya pada batas-batas sejarah hidup ini, ialah karena indahnya dan besarnya peristiwa itu, sehingga yang lainpun rasanya akan tertutup karenanya. Alangkah besarnya Abu Bakr! Alangkah besarnya Umar! Keduanya dalam masa Khilafat mereka masing-masing merupakan cahaya bintang sehingga yang lain tertutup karenanya. Betapa besarnya sahabat-sahabat dahulu itu mendampingi Muhammad, dibuktikan oleh generasi demi generasi dan yang kemudian menjadi kebanggaan generasi itu!

Akan tetapi - selama masa hidup Nabi - mereka semua masih dapat bernaung di bawah kebesarannya, masih mendapat percikan sinarnya.

Bagi orang yang menyelidiki sejarah hidup Rasul, tidak mudah akan dapat meninggalkan hal itu untuk berpindah ke soal yang lain. Hal ini terasa sekali apabila pembahasan demikian ini didasarkan kepada metoda ilmiah yang baru, seperti yang akan saya coba ini; yang dengan metoda itu pula justru kelak akan terlihat kebesaran Muhammad, kebesaran yang sekaligus menguasai pikiran, hati nurani dan perasaan manusia, dan menanamkan rasa hormat karenanya, hormat dan percaya betapa kuatnya kebesaran itu, yang dalam hal ini baik bagi Muslim atau non-Muslim tidakkan berbeda pendapat.

Penyelidikan Berguna Bagi Seluruh Umat Manusia
Kalau kita ke sampingkan mereka yang masih fanatik dan keras kepala, yang dalam merendahkan kebesaran Muhammad sudah menjadi kebiasaan mereka, seperti yang dilakukan oleh kaum misi penginjil dan sebangsanya, maka rasa hormat akan kebesaran dan percaya akan kuatnya kebesaran itu akan kita baca jelas sekali dalam buku-buku sarjana-sarjana Orientalis. Dalam Heroes and Hero Worship, Carlyle membicarakan satu pasal tentang Muhammad yang digambarkannya sebagai percikan sinar Ilahi yang kudus yang telah diberikan kepadanya, kemudian dilukiskannya rasa hormat atas kebesaran yang luarbiasa kuatnya itu. Demikian juga Irving, Sprenger, Weil dan Orientalis lainnya, masing-masing dapat menggambarkan kebesaran Muhammad dengan cara yang kuat sekali. Apabila salah seorang di antara mereka itu, dalam memasuki beberapa masalah masih menganggap ada suatu kekurangan pada diri pembawa risalah Islam itu, maka tidak lain itu hanya karena mereka belum lagi mengujinya dan meneliti secara ilmiah yang lebih saksama, atau karena mereka berpegang pada beberapa buku sejarah atau tafsir yang masih diragukan kebenaran sumbernya, dengan melupakan bahwa buku-buku biografi yang pertama itu baru dua abad kemudian sesudah masa Muhammad ditulis orang, dengan menyelip-nyelipkan, -baik dalam sejarah atau dalam ajaran-ajarannya,- Israiliat (dongeng-dongeng Judaica) dan ribuan hadis-hadis palsu. Meskipun kaum Orientalis itu mengakui kenyataan ini, namun mereka tidak mau mengakui kelalaiannya sendiri untuk dapat menentukan sesuatu yang dianggapnya benar itu; padahal dengan sedikit penelitian saja sudah akan dapat ditolak. Di antaranya soal gharaniq misalnya, soal Zaid dan Zainab, soal perkawinan atau isteri-isteri Nabi, yang justru akan menjadi bahan pengujian dan penelitian dalam buku ini.

Sungguhpun begitu saya tidak beranggapan bahwa saya sudah sampai ke tujuan terakhir dalam menyelidiki sejarah hidup Muhammad. Bahkan barangkali akan lebih tepat bila saya katakan, bahwa saya baru dalam taraf permulaan mengadakan penyelidikan dengan metoda ilmiah yang baru ini, dalam bahasa Arab. Segala daya upaya yang saya gunakan dalam hal ini tidak lepas dari, bahwa buku ini baru merupakan taraf permulaan dalam penyelidikan Islam dari segi ilmiahnya. Bilamana sudah ada sarjana-sarjana dan ahli-ahli sejarah yang mengkhususkan diri menyelidiki salah satu kurun (perioda) dalam sejarah - seperti Aulard9 yang khusus menyelidiki sejarah revolusi Perancis dan beberapa sarjana lain yang juga menyelidiki masa-masa tertentu dalam sejarah pelbagai bangsa maka patut sekali bila atas biografi Muhammad ini secara khusus juga diadakan penyelidikan ilmiah yang menyeluruh, yang dapat dilakukan oleh kaum cendekiawan, yang khusus pula dalam bidangnya masing-masing. Tidak sangsi lagi saya, bahwa pengkhususan dan penyelidikan ilmiah untuk waktu yang begitu singkat dalam sejarah tanah Arab serta hubungannya dengan aneka macam bangsa waktu itu, hasilnya akan berguna sekali, bukan saja bagi Islam dan umat Islam, tetapi juga untuk seluruh dunia. Dari segi psikologi dan kehidupan rohani hal ini akan merupakan masalah yang berguna sekali bagi ilmu pengetahuan, di samping penerangan yang akan diperoleh dari segi-segi kehidupan sosial, etika dan hukum. Dalam menghadapi masalah ini ilmu pengetahuan masih saja maju-mundur, terpengaruh oleh pertentangan agama - Islam dan Kristen - serta adanya usaha-usaha yang sia-sia hendak melakukan westernisasi terhadap orang Timur atau kristenisasi terhadap kaum Muslimin, suatu hal yang telah menghasilkan kegagalan dan kekecewaan generasi demi generasi, dan di mana-mana telah menimbulkan pengaruh yang buruk dalam hubungan umat manusia satu sama lain.

Dengan melihat lebih jauh dari semua itu saya berpendapat, bahwa penyelidikan demikian sudah seharusnya akan mengantarkan umat manusia ke jalan peradaban modern yang selama ini dicarinya. Apabila pihak Nasrani di Barat merasa terlalu besar akan mendapatkan cahaya baru itu dari Islam dan dari Rasulnya, lalu menantikan cahaya itu akan datang dari teosofi India dan dari pelbagai macam aliran Timur Jauh lainnya, maka orang-orang di Timur, baik umat Islam, Yahudi atau Kristen, sudah layak sekali mengadakan penyelidikan berharga ini dengan sikap yang bersih dan jujur - yakni satu-satunya cara yang akan mencapai kebenaran.

Cara pemikiran Islam -yang pada dasarnya adalah pemikiran ilmiah menurut metoda modern dalam hubungan manusia dengan lingkungan hidup sekitarnya, yang dari segi ini realistik sekali berubah menjadi pemikiran yang subyektif, yang bersifat pribadi, ketika masalahnya menjadi hubungan manusia dengan alam semesta dan Pencipta alam.

Dengan demikian, dari segi psikologi dan kerohanian, timbullah pengaruh-pengaruh, yang di dalam menghadapinya ilmu pengetahuan sendiri jadi kebingungan, tak dapat mengiakan atau meniadakannya. Dengan demikian ia lalu tidak menganggapnya sebagai kenyataan-kenyataan ilmiah. Sungguhpun begitu kenyataan ini menjadi sendi kebahagiaan hidup manusia dan merupakan unsur formatif dalam tingkah-lakunya. Apakah hidup itu? Apa pula hubungan manusia dengan alam semesta ini? Apa yang menggairahkan hidupnya. Apakah arti kepercayaan bersama, yang memberikan kekuatan moril dalam masyarakat, yang dengan lemahnya kepercayaan bersama itu, masyarakatpun akan turut pula menjadi lemah? Apakah wujud itu? Dan apa pula kesatuan wujud itu? Bagaimana kedudukan manusia dalam kesunyian dan eksistensinya?

Masalah-masalah demikian ini berada di bawah kekuasaan logika abstraksi yang sudah mempunyai bahan literatur yang begitu berlimpah-limpah banyaknya. Akan tetapi, dalam menyampaikan manusia kepada kebahagiaannya, pemecahannya akan lebih dekat kita peroleh dalam kehidupan dan ajaran-ajaran Muhammad daripada dalam logika abstraksi, yang selama berabad-abad sejak dinasti Abbasia, kaum Muslimin telah menghabiskan umurnya untuk itu. Demikian juga orang-orang di Barat, selama tiga abad sejak abad ke-16 hingga abad ke-19 mereka telah menghabiskan umur mereka - kecuali ilmu pengetahuan modern - yang berakhir membawa nasib Barat seperti yang dialami kaum Muslimin masa lampau. Seperti pada masa lampau, masa kinipun ilmu itu kemudian terancam akan terbentur pula tanpa dapat memberikan kebahagiaan kepada umat manusia.

Maka tak ada jalan lain kiranya untuk mencapai kebahagiaan hidup kecuali dengan kembali mencari hubungan subyektif dengan alam ini sebaik-baiknya serta dengan Pencipta alam ini, Yang tak terikat oleh ruang dan waktu, Yang mutlak dalam kesatuan yang tak berubah-ubah, selain dalam arti nisbi dalam hubungannya dengan hidup kita yang singkat ini.

Sudah tentu, sejarah hidup Muhammad ini adalah contoh terbaik dalam mengadakan studi tentang hubungan subyektif dalam arti teori, atau dalam arti praktek, bagi orang yang mempunyai kemampuan ke arah itu. Mengingat jauhnya jarak dalam arti hubungan Ilahi, seperti yang telah dianugerahkan Tuhan kepada Rasulullah, maka orang akan dapat mencoba hal itu pada taraf permulaan. Menurut hemat saya, kedua macam studi ini - bila sudah dapat disesuaikan - akan dapat mengangkat martabat dunia kita sekarang ini dari lembah paganisma, menurut kepercayaan agama dan pengetahuan masing-masing; paganisma yang telah membuat harta satu-satunya tempat pujaan (mammonisma), dengan meremehkan nilai-nilai seni, ilmu, moral dan bakat manusia. Bisa jadi penyesuaian demikian ini masih jauh. Akan tetapi adanya gejala-gejala akan lenyapnya paganisma yang sekarang menguasai dunia kita, mengemudikan kebudayaan yang berkuasa sekarang, tampak jelas sekali bagi setiap orang yang mau mengikuti jalannya sejarah dan peristiwa-peristiwa dunia.

Apabila secara khusus dipelajari sungguh-sungguh sejarah hidup Muhammad itu sebagai Nabi serta ajaran-ajarannya, masanya dan revolusi rohani yang dibawanya yang telah tersebar ke seluruh dunia, barangkali gejala-gejala ini akan makin jelas di depan mata dunia, bahwa masalah-masalah rohani ini adalah timbul dari pengaruh yang ditinggalkannya. Jika studi ilmiah dan studi yang subyektif mengenai tenaga umat manusia yang masih tersimpan ini, dapat menambah hubungan umat manusia dengan hakikat alam yang lebih tinggi, maka itu sudah merupakan perletakan batu pertama dalam sendi peradaban modern.

Buku inipun tidak lebih adalah sebagai usaha permulaan kearah itu, seperti sudah saya sebutkan. Kiranya cukuplah bagi saya bilamana buku ini dapat meyakinkan orang, dapat meyakinkan para sarjana dan ahli-ahli akan pentingnya spesialisasi dan pengkhususan guna mencapai tujuan dalam menyelidiki sesuatu bidang itu. Andaikata usaha ini dapat memberi hasil kepada salah satu atau kedua tujuan itu, inipun sudah merupakan imbalan yang cukup besar terhadap daya upaya yang saya lakukan. Dan Allah jualah yang akan membalas jasa mereka yang telah berbuat kebaikan.

Catatan kaki:
[1] Gelar raja-raja keluarga Sasani di Iran, dalam literatur Islam biasa disebut Kisra (Khosrau, Khosroes). Kisra I Anusyirwan, putera Kavadh I yang berperang melawan Bizantium di bawah Yustinianus. Kisra II Parvez, putera Ormizd IV dan cucu Kisra I menyerang Anatolia dan Suna sampai di Bosporus.
Syahrvaraz dapat menaklukkan Damaskus dan Yerusalem dan Salib Besar (The True Cross) diambil, kemudian Heraklius dapat mengalahkan Persia di Niniveh (626). Kisra lari ke Ctesiphon (Mada'in). Ia dipenjarakan oleh anaknya Kavadh II (Syiruya) dan empat hari kemudian dibunuh (628) dalam penjara (A).

[2] Dalam buku A J. Butler The Arab Conquest of Egypt penulis itu menyebutkan bahwa nama panglima itu Khoriyam dan bahwa nama Shahravaas atau Shahrabaraz atau Sheravizeh dan lain-lain, yang terdapat dalam pelbagai buku hanyalah suatu perubahan saja dari nama Persia, Shahar dan Wazar sebagai suatu gelar yang berarti "Babi Hutan Sang Raja" sebagai lambang kekuatan dan keberanian. Gambarnya dilukiskan dalam cincin Persia Lama dan juga dalam cincin Armenia (Lihat The Arab Conquest of Egypt, p. 53)
[3] Sebuah kota di Suriah, terletak 106 km. Selatan Damsyik berbatasan dengan Yordania. Dalam sejarah lama kota ini dikenal dengan nama Edrei. Sekarang dilcenal dengannama Dar'a (A).
[4] Bushra atau Bostra, sebuah kota lama di Hauran, barat daya Suria, kira-kira 106 km dari Damsyik dan 35 km. dari Adhri'at (A).

[5] Emile Dermenghem, La Vie de Mahomet, halaman 135 dan berikutnya.
[6] Az zamani, harfiah mengenai zaman, mengenai tempo, yang secara termenologi berarti temporal. Untuk menghindarkan adanya perbedaan semantik, yang juga dapat diartikan "sementara, duniawi" atau "sekular" maka di sini saya mempergunakan istilah secara harfiah (A).
[7] Teosofi adalah suatu ajaran yang ditanamkan oleh Madame Blavatsky dari bermacam-macam agama terutama Buddha dan Brahma. Ajaran ini mendirikan sebuah organisasi di Amerika dipimpin oleh Madame Blavatsky sendiri, bernama The Theosophical Society, dan cabang-cabangnya tersebar di beberapa tempat di Eropa. Tetapi begitu Madame Blavatsky meninggal, organisasi Teosofl inipun pecah menjadi tiga. Aktifitasnya didasarkan kepada adanya kesatuan hidup dengan mengadakan semacam latihan mistik untuk mencapai Nirwana menurut ajaran Buddha. Tingkat ini dapat dicapai bilamana dalam latihannya itu orang sudah benar-benar dapat memisahkan ruh dari pengaruh hidup kebendaan. Apabila dengan demikian ruh sudah mencapai tempat yang suci, maka ruh yang lebih tinggi dapat menghubunginya. Ajaran Teosofi menyerukan persaudaraan secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan bangsa, bahasa dan segala yang akan membatasi manusia dari tujuan tersebut.

[8] Buku Muir ini terdiri dari dua edisi, aslinya dengan judul The Life of Mahomet and the History of Islam (1858) 4 jilid. Kemudian diringkaskan oleh T.H. Weir dengan judul The Life of Mohammad from Original Sources (1923) (A).
[9] A. Aulard pengarang Histoire Politique de la Revolution Francaise mengkhususkan penulisan sejarah revolusi Perancis untuk masa 15 tahun saja (1789 - 1804) dalam 4 jilid (A).

PENGANTAR CETAKAN KEDUA

CETAKAN pertama buku ini habis lebih cepat dari yang diduga semula- Buku yang diterbitkan 10.000 buah ini sepertiganya telah habis dipesan ketika sedang dicetak, sedang selebihnya habis dalam waktu tiga bulan setelah buku terbit. Sambutan yang diberikan atas buku ini menunjukkan adanya perhatian dari para pembaca, terutama terhadap penyelidikan yang saya lakukan ini. Oleh karena itu, untuk cetakan ulangan sudah harus dipikirkan, isinya perlu ditinjau kembali. Timbulnya sambutan itu sudah tentu karena persoalan yang ada dalam buku ini. Boleh jadi metoda yang dipergunakan memecahkan persoalan-persoalan itu berpengaruh juga atas adanya sambutan ini. Tetapi apapun yang menjadi sebabnya, saya bertanya-tanya di dalam hati ketika terpikir akan menghadapi cetakan kedua ini: Akan diulang sajakah seperti apa adanya pada cetakan pertama, tanpa ditambah atau dikurangi, ataukah harus saya tinjau lagi dengan mengadakan revisi, penambahan atau koreksi lagi, mana-mana yang ternyata perlu dilakukan?

Beberapa orang yang sangat saya hargai pendapatnya menyarankan supaya cetakan kedua ini sama seperti cetakan pertama, supaya mereka yang memiliki dua macam cetakan ini sama adanya, dan supaya waktu buat sayapun cukup terluang dalam mengadakan koreksi dan revisi nanti sesudah cetakan kedua ini. Saran ini hampir-hampir saya terima. Kalaupun saran ini juga yang saya terima, tentu cetakan kedua ini sejak beberapa bulan yang lalu sudah berada di tangan pembaca. Tetapi saya masih maju-mundur juga menerima pendapat ini. Kemudian karena beberapa pertimbangan, akhirnya saya mengambil keputusan, bahwa memang penting rasanya mengadakan revisi dan tambahan.

Pertimbangan pertama dalam hal ini ialah karena adanya bebeberapa catatan yang. diberikan oleh Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi, Rektor Al-Azhar, kepada saya, ketika sebagian yang sudah selesai dicetak dari buku ini saya perlihatkan kepadanya. Kemudian beliau berkenan pula memberikan kata perkenalan seperti pada permulaan buku ini.

Sesudah kemudian buku ini terbit, beberapa pengarang dan ulamapun memberikan pula tanggapan dan pendapat mereka yang baik sekali melalui surat-surat kabar, majalah dan radio. Semua tanggapan itu disertai dengan pujian yang tidak sedikit pula ditujukan kepada usaha yang saya lakukan ini, yang saya rasa tidak seharusnya saya menerima semua penghargaan demikian itu. Dan yang pertama saya harapkan ialah jangan sampai buku tentang Nabi ini tercampur dengan hal-hal yang kurang layak, sementara pengarang dengan karangannya itu berhasil, sehingga dapat diterima dan dapat dihargai orang. Oleh karena itu saya sangat memperhatikan sekali tanggapan itu. Adanya penghargaan dan sambutan demikian ini agaknya telah menyebabkan timbulnya beberapa pendapat yang bertolak dari masalah-masalah pelengkap saja, yang tak ada hubungannya dengan sumber-sumber yang terdapat -atau dengan pokok persoalan yang ada- dalam buku ini. Misalnya ada yang meminta supaya beberapa masalah yang dianggap perlu dijelaskan diberi penjelasan lebih lanjut; yang lain minta supaya diteliti lebih banyak lagi mengenai pemakaian kata-kata perangkai, atau juga diusulkan mengenai beberapa kata pengganti yang lain, yang menurut hemat para pengusul akan lebih tepat dalam mengungkapkan arti yang dikehendaki. Tetapi ada lagi pendapat yang lebih ditujukan pada inti pembahasan dalam buku ini, yang membuat saya lebih banyak lagi memikirkan dan mengoreksinya. Alangkah besarnya keinginan saya supaya cetakan kedua ini lebih mendekati kehendak sarjana-sarjana dan ulama itu semua, meskipun saya sendiri menganggap penyelidikan ini -seperti saya sebutkan dalam prakata - hanya sebagai langkah permulaan saja dalam bidang ini dengan bahasa Arab yang diolah menurut metoda baru.

Hal lain yang menyebabkan saya mengadakan revisi dan tambahan-tambahan dari cetakan pertama ini ialah setelah saya membaca kembali buku tersebut dan sesudah mempelajari beberapa pendapat yang saya terima, yang memang sebagian sudah saya sadari ketika saya sedang menulis. Kemudian juga saya dapat menerima alasan perlunya mengadakan pengamatan lebih luas sesuai dengan yang diusulkan itu guna meyakinkan mereka sehubungan dengan pendapat dan argumentasi saya. Koreksi-koreksi yang saya lakukan untuk maksud tersebut telah membawa beberapa masalah yang patut direnungkan dan patut digarap oleh setiap penulis biografi Nabi.

Kalaupun pada cetakan pertama itu saya bergembira karena adanya tanggapan-tanggapan yang sampai kepada saya, maka sekali inipun lebih-lebih lagi saya merasa gembira, karena saya masih akan mengadakan penyelidikan-penyelidikan itu lebih luas lagi. Hal ini saya anggap perlu sekali mengingat studi pendahuluan yang saya lakukan ini menyangkut sejarah hidup seorang manusia terbesar yang pernah dikenal sejarah, Nabi dan Rasul terakhir -selawat dan salam baginya.

Pada pengantar cetakan kedua ini saya berusaha mengadakan pengamatan terhadap beberapa tanggapan tentang metoda penyelidikan yang saya kemukakan pada cetakan pertama. Pada bagian terakhir buku ini saya tambahkan dua pasal mengenai beberapa persoalan yang secara sepintas-lalu sudah disinggung juga pada bagian penutup cetakan pertama. Demikian juga beberapa revisi dan tambahan saya lakukan mana-mana yang saya anggap perlu direvisi dan ditambah dalam teks buku itu, sesuai dengan koreksi-koreksi dan beberapa pertimbangan saya sekalian guna melengkapi penyelidikan dan memenuhi beberapa tanggapan yang sudah pernah disampaikan.

PEMBELA-PEMBELA ORIENTALIS
Yang mula-mula saya terima sebagai sanggahan ialah adanya sebuah karangan yang disampaikan kepada saya oleh seorang penulis bangsa Mesir yang menyebutkan, bahwa itu adalah sebuah terjemahan bahasa Arab dari artikel yang dikirimkannya ke sebuah majalah Orientalis berbahasa Jerman, sebagai kritik atas buku ini. Artikel ini tidak saya siarkan dalam surat-surat kabar berbahasa Arab, karena isinya hanya berupa kecaman-kecaman yang tidak berdasar. Oleh karena itu terserah kepada penulisnya jika mau menyiarkannya sendiri. Saya rasa nama orang itupun tidak perlu disebutkan dalam pengantar ini dengan keyakinan bahwa dia sudah akan mengenal identitasnya sendiri sesudah membaca sanggahannya itu dimuat di sini. Artikel itu ringkasnya ialah bahwa penyelidikan yang saya lakukan tentang peri hidup Muhammad ini bukan suatu penyelidikan ilmiah dalam arti modern, sebab saya hanya berpegang pada sumber berbahasa Arab saja, tidak pada penyelidikan-penyelidikan kaum Orientalis sebangsa Weil, Goldziher, Noldeke dan yang lain; bukan mengambil dari hasil penyelidikan mereka, dan karena saya menganggap Qur'an sebagai dokumentasi sejarah yang sudah tidak diragukan, padahal studi Orientalis-orientalis itu menunjukkan bahwa Qur'an sudah diubah dan diganti-ganti setelah Nabi wafat dan pada permulaan sejarah Islam, dan bahwa nama Nabipun pernah diganti. Semula bernama "Qutham" atau "Quthama." Sesudah itu kemudian diganti menjadi "Muhammad" untuk disesuaikan dengan bunyi ayat, "Dan membawa berita gembira kedatangan seorang rasul sesudahku, namanya Ahmad," sebagai isyarat yang terdapat dalam Injil tentang nabi yang akan datang sesudah Isa. Dalam keterangannya penulis itu menambahkan bahwa penyelidikan kaum Orientalis itu juga menunjukkan, bahwa Nabi menderita penyakit ayan, dan apa yang disebut wahyu yang diturunkan kepadanya itu tidak lain adalah akibat gangguan ayan yang menyerangnya; dan bahwa gejala-gejala penyakit ayan itu terlihat pada Muhammad ketika sedang tidak sadarkan diri, keringatnya mengalir disertai kekejangan, dari mulutnya keluar busa. Bila sudah kembali ia sadar dikatakannya bahwa yang diterimanya itu adalah wahyu, lalu dibacakan kepada mereka yang percaya pada apa yang diduga wahyu dari Tuhan itu.

Sebenarnya saya tidak perlu menghiraukan karangan semacam ini atau pada sanggahannya kalau tidak karena penulisnya itu seorang Mesir dan Muslim pula. Andaikata penulisnya itu seorang Orientalis atau misi penginjil, akan saya biarkan saja ia bicara menurut kehendak nafsunya sendiri. Apa yang sudah saya sebutkan pada kata pengantar dan dalam teks buku ini sudah cukup sebagai argumen yang akan menggugurkan pendapat mereka itu. Bagaimanapun juga penulis surat ini adalah sebuah contoh dari sebagian pemuda-pemuda dan orang-orang Islam yang begitu saja menyambut baik segala apa yang dikatakan pihak Orientalis dan menganggapnya sebagai hasil yang benar-benar ilmiah, dan berdasarkan kebenaran sepenuhnya. Kepada mereka itulah tulisan ini saya alamatkan sekadar mengingatkan tentang adanya kesalahan yang telah dilakukan oleh kaum Orientalis. Ada pula kaum Orientalis yang memang jujur dalam penyelidikan mereka, meskipun tentunya tidak lepas dari kesalahan juga.

SEBAB-SEBAB KESALAHAN ORIENTALIS
Kesalahan-kesalahan demikian itu terselip dalam penyelidikannya kadang disebabkan oleh kurang telitinya memahami liku-liku bahasa Arab, kadang juga karena adanya maksud yang tersembunyi dalam jiwa sebagian sarjana-sarjana itu, yang tujuannya hendak menghancurkan sendi-sendi salah satu agama, atau semua agama. Ini adalah sikap berlebih-lebihan yang selayaknya dihindarkan saja oleh kalangan cendekiawan. Kita melihat ada juga orang-orang Kristen yang begitu terdorong oleh sikap berlebih-lebihan ini sampai mereka mengingkari bahwa Isa pernah ada dalam sejarah.

Yang lain kita lihat bahkan sudah melampaui batas-batas yang berlebih-lebihan itu dengan menulis tentang Isa yang sudah gila misalnya.

Timbulnya pertentangan antara gereja dengan negara di Eropa itu telah pula menyebabkan kalangan sarjana di satu pihak dan kaum agama di pihak lain hendak saling mencari kemenangan dalam merebut kekuasaan.

Sebaliknya Islam, sama sekali bersih dari adanya pertentangan serupa itu. Hendaknya mereka yang mengadakan penyelidikan di kalangan Islam dapat menghindarkan diri dari kekuasaan nafsu demikian ini, yang sebenarnya telah menimpa orang-orang Barat, dan sering menodai penyelidikan sarjana-sarjana itu. Juga hendaknya mereka berhati-hati bila mempelajari hasil yang datang dari Barat, yang berhubungan dengan masalah-masalah agama. Segala sesuatu yang telah dilukiskan oleh para sarjana sebagai suatu kebenaran, hendaklah diteliti lebih seksama. Banyak di antaranya yang sudah terpengaruh begitu jauh, sehingga telah menimbulkan permusuhan antara orang-orang agama dengan kalangan ilmu pengetahuan secara terus-menerus selama berabad-abad.

BUKU BIOGRAFI PENULIS-PENULIS ISLAM SEBAGAI PEGANGAN
Apa yang disebutkan dalam karangan si Muslim berbangsa Mesir yang saya ringkaskan itu sudah suatu bukti perlunya ada sikap berhati-hati. Pertama-tama ia menyalahkan saya karena saya masih berpegang pada sumber-sumber Arab sebagai dasar penyelidikan saya; dan ini memang tidak saya bantah. Sungguhpun begitu buku-buku kalangan Orientalis seperti yang saya sebutkan dalam bibliografi, juga saya pakai. Akan tetapi, sumber-sumber bahasa Arab selalu saya pergunakan sebagai dasar pertama dalam pembahasan ini. Dan sumber-sumber bahasa Arab ini jugalah yang dipakai sebagai dasar pertama dalam penyelidikan-penyelidikan kaum Orientalis itu semua.

Ini wajar sekali. Sumber-sumber tersebut - terutama sekali Qur'an - adalah yang pertama sekali bicara tentang sejarah hidup Nabi. Sudah tentu itu jugalah yang menjadi pegangan dan dasar bagi setiap orang yang ingin menulis biografi dengan gaya dan metoda sekarang. Baik Noldeke, Goldziher, Weil, Sprenger, Muir atau Orientalis lain semua berpegang pada sumber-sumber itu juga dalam penyelidikan mereka, seperti yang saya lakukan ini. Dalam membuat pengamatan dan kritik, mereka menempuh cara yang bebas, demikian juga saya. Dalam hal ini juga saya tidak mengabaikan beberapa sumber buku Kristen yang lama-lama yang menjadi pegangan mereka, sekalipun mereka masih terdorong oleh fanatisma agama Kristen, dan samasekali bukan oleh kritik ilmiah.

Kalau ada orang yang menyalahkan saya karena saya tidak terikat oleh kesimpulan-kesimpulan yang dicapai oleh beberapa kaum Orientalis itu, atau karena saya sampai hati tidak sependapat dengan mereka dan malah melakukan kritik terhadap mereka, maka dalam bidang ilmiah yang demikian itu adalah suatu pendirian yang beku sekali, yang tidak kurang pula beku dan kolotnya dari pendirian yang bagaimanapun dalam bidang intelektual ataupun rohani. Saya rasa tidak seorangpun dari kalangan Orientalis itu sendiri yang akan menyetujui sikap beku demikian itu dalam bidang ilmiah. Andaikata ada di antara mereka yang dapat membenarkan sikap demikian, tentu ia akan membenarkan juga sikap beku itu dalam bidang agama.

Tidak saya inginkan dua hal ini terjadi, baik terhadap diri saya atau terhadap siapapun yang mau bekerja dalam penyelidikan sejarah atas dasar ilmiah yang sebenarnya. Apa yang saya lakukan dan saya ajak orang lain akan dapat melakukannya ialah mengamati hasil-hasil studi yang dilakukan orang lain itu. Apabila ia sudah merasa puas oleh pembuktian yang meyakinkan, maka tentu itulah yang kita harapkan. Kalau tidak, lakukan sendirilah supaya ia dapat mencapai kebenaran itu dengan keyakinan bahwa ia sudah berhasil.

Ke arah inilah saya ajak pemuda-pemuda kita dan orang-orang yang mengagumi hasil-hasil penyelidikan kaum Orientalis itu, dan memang ini pula yang saya lakukan. Saya akan merasa sudah mendapat imbalan sebagai orang yang berhasil, sekiranya pekerjaan ini memang sudah tepat; sebaliknya saya akan dapat dimaafkan kiranya sebagai orang yang mencari kebenaran dengan tujuan yang jujur dalam menempuh jalan itu, jika ternyata saya salah.

ORIENTALIS DAN KETENTUAN-KETENTUAN AGAMA
Sebagai bukti atas agitasi beberapa kaum Orientalis yang ingin menghancurkan ketentuan-ketentuan agama dengan cara-cara mereka yang berlebih-lebihan itu, ialah pendirian si Muslim bangsa Mesir yang telah menulis karangan tersebut, bahwa hasil-hasil studi kaum Orientalis itu menunjukkan, bahwa Qur'an bukan suatu dokumen sejarah yang tidak boleh diragukan, dan bahwa Qur'an sudah diubah-ubah setelah Nabi wafat dan pada masa permulaan sejarah Islam, yang dalam pada itu lalu ditambah-tambah dengan ayat-ayat untuk maksud-maksud agama atau politik. Saya bukan mau berdiskusi atau mau berdebat dengan penulis karangan itu dari segi Islamnya dia sebagai Muslim - atas apa yang sudah ditentukan oleh Islam, bahwa Qur'an itu Kitabullah, yang takkan dikaburkan oleh kepalsuan, baik pada mula diturunkan atau kemudian sesudah itu. Dia sependirian dengan golongan Orientalis, bahwa Qur'an dikarang oleh Muhammad, padahal dia percaya juga, bahwa Kitab itu adalah wahyu Allah kepada Muhammad seperti pendapat beberapa kaum Orientalis, dan karena ingin menguatkan isi karangannya atas apa yang disebutnya itu, dikatakannya bahwa Qur'an menurut pendapat yang sebagian lagi adalah memang wahyu Allah. Jadi baiklah saya berdialog dengan dia menurut bahasanya atas dasar dia sebagai orang yang berpikir bebas, yang tidak mau terikat oleh apapun kecuali atas dasar yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan dengan cara yang benar-benar meyakinkan.

QUR'AN TIDAK DIUBAH-UBAH
Ia percaya sekali kepada kaum Orientalis dan kepada pendapat mereka. Memang ada segolongan Orientalis yang beranggapan seperti yang dikutipnya itu. Tetapi anggapan mereka ini menunjukkan, bahwa mereka terdorong oleh maksud-maksud yang tak ada hubumgannya dengan ilmu pengetahuan. Hal ini sudah bukan rahasia lagi. Sebagai bukti, cukup apa yang mereka katakan, bahwa versi "Dan membawa berita gembira dengan kedatangan seorang rasul sesudahku, namanya Ahmad," yang tersebut dalam Surah "Ash-Shaf" (61) ayat 6, adalah ditambahkan sesudah Nabi wafat untuk dijadikan bukti atas kenabian Muhammad dan Risalahnya dari Kitab-kitab Suci sebelum Qur'an.

Andaikata yang berpendapat demikian ini dari kalangan Orientalis yang benar-benar jujur demi ilmu pengetahuan, tentu tidak perlu mereka bersandar kepada argumen semacam itu, yang bagi mereka juga berlaku bahwa Bible itu memang kitab-kitab suci. Kalau mereka memang mau mencari ilmu untuk ilmu, tentu akan mereka samakan Qur'an dengan kitab-kitab suci sebelum itu, yakni menganggapnya sebagai kitab suci juga dengan menyebutkan, bahwa kitab-kitab suci yang sudah dikenal orang sebelumnya adalah wajar, tak perlu lagi dibantah, atau menganggap kitab-kitab suci itu semua sama juga dengan anggapannya terhadap Qur'an. Terhadap keduanya itu pendapat merekapun tentu akan serupa, dengan menentukan bahwa itu diadakan untuk maksud-maksud agama atau politik tertentu juga. Andaikata memang ini pendapat mereka, maka selesailah sudah logika demikian itu. Pendirian mereka tentang adanya perubahan dalam Qur'an untuk maksud politik dan agama tadi, dengan sendirinya jadi gugur pula.

Bagi kaum Muslimin tidak perlu lagi mencari bukti dari kitab-kitab suci itu sesudah raja-raja mereka dan imperium Kristen seperti juga bangsa-bangsa lain di dunia menerimanya dan sesudah orang-orang Kristen sendiri beramai-ramai, bahkan bangsa-bangsa secara keseluruhan, menganut agama Islam. Inilah logika yang berlaku bagi penyelidikan yang murni ilmiah.

Adapun adanya anggapan Taurat dan Injil itu kitab-kitab suci dan menolak sifat demikian pada Qur'an, maka ini adalah hal yang tak diterima oleh ilmu pengetahuan. Sedang pendapat yang mengatakan adanya perubahan dalam Qur'an karena bukti dari Taurat dan Injil, itu adalah omong-kosong, tidak pula diterima oleh logika.

Dari kalangan Orientalis yang paling fanatik sekalipun, sedikit sekali yang beranggapan seburuk itu. Sebaliknya sebagian besar mereka sepakat, bahwa Qur'an yang kita baca sekarang ini, itu jugalah Qur'an yang dibacakan oleh Muhammad kepada kaum Muslimin semasa hidupnya, tanpa suatu cacat atau perubahan apapun.- Mereka ingin sekali menyebutkan hal ini, sekalipun - dalam bentuk kritik - mereka kaitkan dengan cara pengumpulan Qur'an dan penyusunan Surah-surah yang pembahasannya tentu di luar bidang studi ini.

Kalangan Muslimin sendiri yang sudah mencurahkan perhatiannya dalam seluk-beluk ilmu Qur'an telah menerima bermacam-macam kritik dan sudah mereka tangkis pula. Adapun yang mengenai masalah yang kita hadapi sekarang ini, cukuplah kalau kita mengutip apa yang dikatakan kalangan Orientalis sendiri dalam hal ini, kalau-kalau si Muslim Mesir yang kita bicarakan artikelnya itu akan merasa puas, demikian juga mereka yang masih berpikir semacam dia akan turut merasa puas pula.

PENDAPAT MUIR
Sebenarnya apa yang diterangkan kaum Orientalis dalam hal ini cukup banyak. Tapi coba kita ambil apa yang ditulis oleh Sir William Muir dalam The Life of Mohammad supaya mereka yang sangat berlebih-lebihan dalam memandang sejarah dan dalam memandang diri mereka yang biasanya menerima begitu saja apa yang dikatakan orang tentang pemalsuan dan perubahan Qur'an itu, dapat melihat sendiri. Muir adalah seorang penganut Kristen yang teguh dan yang juga berdakwah untuk itu. Diapun ingin sekali tidak akan membiarkan setiap kesempatan melakukan kritik terhadap Nabi dan Qur'an, dan berusaha memperkuat kritiknya.

Ketika bicara tentang Qur'an dan akurasinya yang sampai kepada kita, Sir William Muir menyebutkan: "Wahyu Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca beberapa ayat merupakan bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang bersifat umum atau khusus. Melakukan pembacaan ini adalah wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik yang akan mendapat pahala bagi yang melakukannya. Inilah sunah pertama yang sudah merupakan konsensus. Dan itu pula yang telah diberitakan oleh wahyu. Oleh karena itu yang hafal Qur'an di kalangan Muslimin yang mula-mula itu banyak sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di antara mereka pada awal masa kekuasaan Islam itu ada yang dapat membaca sampai pada ciri-cirinya yang khas. Tradisi Arab telah membantu pula mempermudah pekerjaan ini. Kecintaan mereka luar biasa besarnya. Oleh karena untuk memburu segala yang datang dari para penyairnya tidak mudah dicapai, maka seperti dalam mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan nasab keturunan dan kabilah-kabilah mereka, sudah biasa pula mereka mencatat sajak-sajak itu dalam lembaran hati mereka sendiri. Oleh karena itu daya ingat (memori) mereka tumbuh dengan subur. Kemudian pada masa itu mereka menerima Qur'an dengan persiapan dan dengan jiwa yang hidup. Begitu kuatnya daya ingat sahabat-sahabat Nabi, disertai pula dengan kemauan yang luar biasa hendak nnenghafal Qur'an, sehingga mereka, bersama-sama dengan Nabi dapat mengulang kembali dengan ketelitian yang meyakinkan sekali segala yang diketahui dari pada Nabi sampai pada waktu mereka membacanya itu."

"Sungguhpun dengan tenaga yang sudah menjadi ciri khas daya ingatnya itu, kita juga bebas untuk tidak melepaskan kepercayaan kita bahwa kumpulan itu adalah satu-satunya sumber. Tetapi ada alasan kita yang akan membuat kita yakin, bahwa sahabat-sahabat Nabi menulis beberapa macam naskah selama masa hidupnya dari berbagai macam bagian dalam Qur'an. Dengan naskah-naskah inilah hampir seluruhnya Qur'an itu ditulis. Pada umumnya tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan tulis-menulis kepada kaum Anshar di Medinah, sebagai imbalannya mereka dibebaskan. Meskipun penduduk Medinah dalam pendidikan tidak sepandai penduduk Mekah, namun banyak juga di antara mereka yang pandai tulis-menulis sejak sebelum Islam. Dengan adanya kepandaian menulis ini, mudah saja kita mengambil kesimpulan tanpa salah, bahwa ayat-ayat yang dihafal menurut ingatan yang sangat teliti itu, itu juga yang dituliskan dengan ketelitian yang sama pula."

"Kemudian kitapun mengetahui, bahwa Muhammad telah mengutus seorang sahabat atau lebih kepada kabilah-kabilah yang sudah menganut Islam, supaya mengajarkan Qur'an dan mendalami agama. Sering pula kita membaca, bahwa ada utusan-utusan yang pergi membawa perintah tertulis mengenai masalah-masalah agama itu. Sudah tentu mereka membawa apa yang diturunkan oleh wahyu, khususnya yang berhubungan dengan upacara-upacara dan peraturan-peraturan Islam serta apa yang harus dibaca selama melakukan ibadat."



PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI
"Qur'an sendiripun menentukan adanya itu dalam bentuk tulisan. Begitu juga buku-buku sejarah sudah menentukan demikian, ketika menerangkan tentang Islamnya Umar, tentang adanya sebuah naskah Surat ke-20 [Surah Taha] milik saudaranya yang perempuan dan keluarganya. Umar masuk Islam tiga atau empat tahun sebelum Hijrah. Kalau pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan, tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit dan mengalami pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan sekali, bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang seluruh bangsa Arab."

BILA BERSELISIH KEMBALI KEPADA NABI
"Demikian halnya Qur'an itu semasa hidup Nabi, dan demikian juga halnya kemudian sesudah Nabi wafat; tetap tercantum dalam kalbu kaum mukmin. Berbagai macam bagiannya sudah tercatat belaka dalam naskah-naskah yang makin hari makin bertambah jumlahnya itu. Kedua sumber itu sudah seharusnya benar-benar cocok. Pada waktu itu pun Qur'an sudah sangat dilindungi sekali, meskipun pada masa Nabi masih hidup, dengan keyakinan yang luarbiasa bahwa itu adalah kalam Allah. Oleh karena itu setiap ada perselisihan mengenai isinya, untuk menghindarkan adanya perselisihan demikian itu, selalu dibawa kepada Nabi sendiri. Dalam hal ini ada beberapa contoh pada kita: 'Amr bin Mas'ud dan Ubayy bin Ka'b membawa hal itu kepada Nabi. Sesudah Nabi wafat, bila ada perselisihan, selalu kembali kepada teks yang sudah tertulis dan kepada ingatan sahabat-sahabat Nabi yang terdekat serta penulis-penulis wahyu."

PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA
"Sesudah selesai menghadapi peristiwa Musailima - dalam perang Ridda - penyembelihan Yamama telah menyebabkan kaum Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka yang telah menghafal Qur'an dengan baik. Ketika itu Umar merasa kuatir akan nasib Qur'an dan teksnya itu; mungkin nanti akan menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka yang telah menyimpannya dalam ingatan itu, mengalami suatu hal lalu meninggal semua. Waktu itulah ia pergi menemui Khalifah Abu Bakr dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali pembunuhan terhadap mereka yang sudah hafal Qur'an itu akan terjadi lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak lagi dari mereka yang akan hilang. Menurut hemat saya, cepat-cepatlah kita bertindak dengan memerintahkan pengumpulan Qur'an."

"Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu. Dengan maksud tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit, salah seorang Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti Qur'an itu; maka sekarang kumpulkanlah."

"Oleh karena pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar dugaan, mula-mula Zaid gelisah sekali. Ia masih meragukan gunanya melakukan hal itu dan tidak pula menyuruh orang lain melakukannya. Akan tetapi akhirnya ia mengalah juga pada kehendak Abu Bakr dan Umar yang begitu mendesak. Dia mulai berusaha sungguh-sungguh mengumpulkan surah-surah dan bagian-bagiannya dari segenap penjuru, sampai dapat juga ia mengumpulkan yang tadinya di atas daun-daunan, di atas batu putih, dan yang dihafal orang. Setengahnya ada yang menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya dari yang ada pada lembaran-lembaran, tulang-tulang bahu dan rusuk unta dan kambing. Usaha Zaid ini mendapat sukses."

"Ia melakukan itu selama dua atau tiga tahun terus-menerus, mengumpulkan semua bahan-bahan serta menyusun kembali seperti yang ada sekarang ini, atau seperti yang dilakukan Zaid sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad, demikian orang mengatakan. Sesudah naskah pertama lengkap adanya, oleh Umar itu dipercayakan penyimpanannya kepada Hafsha, puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang sudah dihimpun oleh Zaid ini tetap berlaku selama khilafat Umar, sebagai teks yang otentik dan sah.

"Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca, yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah itu yang disalin dari naskah Zaid. Dunia Islam cemas sekali melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan dari langit itu "satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang pernah berjuang di Armenia dan di Azerbaijan, juga melihat adanya perbedaan Qur'an orang Suria dengan orang Irak."

MUSHAF USMAN
"Karena banyaknya dan jauhnya perbedaan itu, ia merasa gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman turun tangan. "Supaya jangan ada lagi orang berselisih tentang kitab mereka sendiri seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani." Khalifahpun dapat menerima saran itu. Untuk menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin Thabit dimintai bantuannya dengan diperkuat oleh tiga orang dari Quraisy. Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha lalu dibawa, dan cara membaca yang berbeda-beda dari seluruh persekemakmuran Islam itupun dikemukakan, lalu semuanya diperiksa kembali dengan pengamatan yang luarbiasa, untuk kali terakhir. Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya dari Quraisy itu, ia lebih condong pada suara mereka mengingat turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan wahyu itu diturunkan dengan tujuh dialek Arab yang bermacam-macam."

"Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an ini lalu dikirimkan ke seluruh kota persekemakmuran. Yang selebihnya naskah-naskah itu dikumpulkan lagi atas perintah Khalifah lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada Hafsha."

PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN
"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf Usman. Begitu cermat pemeliharaan atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak kita dapati -bahkan memang tidak kita dapati- perbedaan apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam yang luas itu. Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad kemudian sesudah Muhammad wafat - telah menimbulkan adanya kelompok-kelompok yang marah dan memberontak sehingga dapat menggoncangkan kesatuan dunia Islam - dan memang demikian adanya - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang hanya mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa apa yang ada di depan kita sekarang ini tidak lain adalah teks yang telah dihimpun atas perintah Usman yang malang itu.

"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain Qur'an yang sampai duabelas abad lamanya tetap lengkap dengan teks yang begitu murni dan cermatnya. Adanya cara membaca yang berbeda-beda itu sedikit sekali untuk sampai menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya terbatas hanya pada cara mengucapkan huruf hidup saja atau pada tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya timbul hanya belakangan saja dalam sejarah, yang tak ada hubungannya dengan Mushhaf Usman."

"Sekarang, sesudah ternyata bahwa Qur'an yang kita baca ialah teks Mushaf Usman yang tidak berubah-ubah, baiklah kita bahas lagi: Adakah teks ini yang memang persis bentuknya seperti yang dihimpun oleh Zaid sesudah adanya persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara membaca yang hanya sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali, bahwa memang demikian. Tidak ada dalam berita-berita lama atau yang patut dipercaya yang melemparkan kesangsian terhadap Usman sedikitpun, bahwa dia bermaksud mengubah Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah kemudian menuduh bahwa dia mengabaikan beberapa ayat yang mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat diterima akal. Ketika Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan pihak Alawi (golongan Mu'awiya dan golongan Ali) belum terjadi sesuatu perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam masa itu benar-benar kuat tanpa ada bahaya yang mengancamnya. Di samping itu juga Ali belum melukiskan tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap. Jadi tak adalah maksud-maksud tertentu yang akan membuat Usman sampai melakukan pelanggaran yang akan sangat dibenci oleh kaum Muslimin itu. Orang-orang yang memahami dan hafal benar Qur'an seperti yang mereka dengar sendiri waktu Nabi membacanya mereka masih hidup tatkala Usman mengumpulkan Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan Ali itu sudah ada, tentu terdapat juga teksnya di tangan pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua alasan ini saja sudah cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan ayat-ayat itu. Lagi pula, pengikut-pengikut Ali sudah berdiri sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat Ali sebagai Pengganti."

"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian mereka sudah memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an yang sudah terpotong-potong, dan terpotong yang disengaja pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun begitu mereka tetap membaca Qur'an yang juga dibaca oleh lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan supaya menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya dengan tangannya sendiri."

"Memang benar bahwa para pemberontak itu telah membuat pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan Qur'an lalu memerintahkan supaya semua naskah dimusnahkan selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada langkah-langkah Usman dalam hal itu saja, yang menurut anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di balik itu tidak seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah atau menukar isi Qur'an. Tuduhan demikian pada waktu itu adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu untuk kepentingan mereka sendiri."

"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan, bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam bentuknya yang persis seperti yang dihimpun oleh Zaid bin Thabit, dengan lebih disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu dengan dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar di seluruh daerah itu."

MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP
"Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain yang terpampang di depan kita, yakni: adakah yang dikumpulkan oleh Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya dan lengkap seperti yang diwahyukan kepada Muhammad? Pertimbangan-pertimbangan di bawah ini cukup memberikan keyakinan, bahwa itu adalah susunan sebenarnya yang telah selengkapnya dicapai waktu itu:"

"Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang jujur dan setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang hubungannya begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam khilafat dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari gejala ambisi, sehingga baginya memang tak adalah tempat buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah, sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya." Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah menyelesaikan pengumpulan itu pada masa khilafatnya. Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum Muslimin waktu itu, tak ada perbedaan antara para penulis yang membantu melakukan pengumpulan itu, dengan seorang mu'min biasa yang miskin, yang memiliki wahyu tertulis di atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu membawanya semua kepada Zaid. Semangat mereka semua sama, ingin memperlihatkan kalimat-kalimat dan kata-kata seperti yang dibacakan oleh Nabi, bahwa itu adalah risalah dari Tuhan. Keinginan mereka hendak memelihara kemurnian itu sudah menjadi perasaan semua orang, sebab tak ada sesuatu yang lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka seperti rasa kudus yang agung itu, yang sudah mereka percayai sepenuhnya sebagai firman Allah. Dalam Qur'an terdapat peringatan-peringatan bagi barangsiapa yang mengadakan kebohongan atas Allah atau menyembunyikan sesuatu dari wahyuNya. Kita tidak akan dapat menerima, bahwa pada kaum Muslimin yang mula-mula dengan semangat mereka terhadap agama yang begitu rupa mereka sucikan itu, akan terlintas pikiran yang akan membawa akibat begitu jauh membelakangi iman."

"Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat beberapa orang pengikutnya, yang sudah hafal wahyu itu di luar kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga sudah ada serombongan ahli-ahli Qur'an yang ditunjuk oleh pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam guna melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu mata rantai penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan saja bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf itu, tapi juga mempunyai segala fasilitas yang dapat menjamin terlaksananya maksud tersebut, menjamin terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab itu, yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna dikumpulkan."

"Ketiga - Juga kita mempunyai jaminan yang lebih dapat dipercaya tentang ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni bagian-bagian Qur'an yang tertulis, yang sudah ada sejak masa Muhammad masih hidup, dan yang sudah tentu jumlah naskahnyapun sudah banyak sebelum pengumpulan Qur'an itu. Naskah-naskah demikian ini kebanyakan sudah ada di tangan mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa apa yang dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan langsung dibaca sesudah pengumpulannya. Maka logis sekali kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka. Oleh karena itu keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa para penghimpun itu telah melalaikan sesuatu bagian, atau sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang terdapat di dalamnya itu, berbeda dengan yang ada dalam Mushhaf yang sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini memang ada, maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu; tak ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."

"Keempat - Isi dan susunan Qur'an itu jelas sekali menunjukkan cermatnya pengumpulan. Bagian-bagian yang bermacam-macarn disusun satu sama lain secara sederhana tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."

"Tak ada bekas tangan yang mencoba mau mengubah atau mau memperlihatkan keahliannya sendiri. Itu menunjukkan adanya iman dan kejujuran sipenghimpun dalam menjalankan tugasnya itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci itu seperti apa adanya, lalu meletakkannya yang satu di samping yang lain."

"Jadi kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu bukan hanya hasil ketelitian saja, bahkan - seperti beberapa kejadian menunjukkan - adalah juga lengkap, dan bahwa penghimpunnya tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang kuat, bahwa setiap ayat dari Qur'an itu, memang sangat teliti sekali dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."

Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William Muir seperti yang disebutkan dalam kata pengantar The Life of Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita kutip itu tidak perlu lagi rasanya kita menyebutkan tulisan Lammens atau Von Hammer dan Orientalis lain yang sama sependapat. Secara positif mereka memastikan tentang persisnya Qur'an yang kita baca sekarang, serta menegaskan bahwa semua yang dibaca oleh Muhammad adalah wahyu yang benar dan sempurna diterima dari Tuhan. Kalaupun ada sebagian kecil kaum Orientalis berpendapat lain dan beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami perubahan, dengan tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir dan sebagian besar Orientalis, yang telah mengutip dari sejarah Islam dan dari sarjana-sarjana Islam, maka itu adalah suatu dakwaan yang hanya didorong oleh rasa dengki saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.

Betapapun pandainya tukang-tukang tuduh itu menyusun tuduhannya, namun mereka tidak dapat meniadakan hasil penyelidikan ilmiah yang murni. Dengan caranya itu mereka takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali beberapa pemuda yang masih beranggapan bahwa penyelidikan yang bebas itu mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka sendiri, memalingkan muka dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang mengecam masa lampau sekalipun pengecamnya itu tidak mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar